ALUTSISTA RI: Menakar ambisi TNI AL membeli frigate dari Inggris
Rencana pembelian 3 kapal light multi role light frigate ragam class oleh TNI AL dari Inggris senilai US$380 juta sepintas sangat masuk akal.
Harga tersebut jelas lebih murah dibandingkan harga korvet sigma class yang dibeli oleh TNI AL dari galangan kapal Naval Schelde, Vlissingen, Belanda dengan nilai mencapai total US$680 juta untuk empat kapal.
Meski dimensi persenjataan kapal korvet sigma class jelas lebih lengkap dengan 2x4 rudal anti serangan udara Mistral Tetral, meriam Oto Melara 76 mm dek depan dan samping kanan kiri 20 mm, 4 peluncur rudal permukaan Exocet MM40 Block II, 2 seluncur torpedo, komputerisasi persenjataan Thales Tacticos, radar 3 dimensi, radar pelacak Lirod Mk2, Sonar Thales Kinglip aktif pasif, sistem penghindar serangan Thales DR3000, dan Therma SKWS.
Maklumlah, kapal frigat jenis ragam class ini sebenarnya bekas dan semula dipesan oleh Brunei Darussalam yang dibangun di galangan kapal BAE Systems Naval Ships, Scotland pada 2001.
Namun, setelah muncul masalah legal (versi lain menyebutkan terbatasnya jumlah personel Tentera Laut Diraja Brunei untuk mengoperasikan mesin perang ini), negara yang dipimpin oleh Sultan Hassanal Bolkiah tersebut memutuskan batal menggunakan kapal itu dan menjual kembali kapal perang tersebut.
Kapal frigate ragam class merupakan kapal yang memiliki kecepatan maksimal 30 knot yang dilengkapi sensor radar dan avionik buatan Thales, Prancis.
Selain itu, kapal ini dilengkapi dengan satu meriam 76 mm, dua meriam penangkis udara kaliber 30 mm, torpedo, Thales Sensors Cutlass 22, Rudal permukaan ke udara Sea Wolf, rudal Exocet MM40 Block II yang berjangkauan 180 km, dan hanggar yang mampu menampung satu helikopter anti kapal selam jenis Sikorsy S-70 Seahawk.
Kemampuan persenjataan yang sebenarnya standar apalagi dibandingkan sejumlah Kapal Republik Indonesia (KRI) lama seperti Frigate Kelas Van Speijk yang dilengkapi dengan rudal Yakhont buatan Rusia.
Maklumlah rudal tersebut sempat membuat gempar kekuatan militer di kawasan Asean setelah TNI AL sukses mengintegrasikan sistem rudal tersebut dengan sejumlah KRI yang dimilikinya dan sukses menggelar uji coba pada April tahun lalu.
Harga tersebut jelas lebih murah dibandingkan harga korvet sigma class yang dibeli oleh TNI AL dari galangan kapal Naval Schelde, Vlissingen, Belanda dengan nilai mencapai total US$680 juta untuk empat kapal.
Meski dimensi persenjataan kapal korvet sigma class jelas lebih lengkap dengan 2x4 rudal anti serangan udara Mistral Tetral, meriam Oto Melara 76 mm dek depan dan samping kanan kiri 20 mm, 4 peluncur rudal permukaan Exocet MM40 Block II, 2 seluncur torpedo, komputerisasi persenjataan Thales Tacticos, radar 3 dimensi, radar pelacak Lirod Mk2, Sonar Thales Kinglip aktif pasif, sistem penghindar serangan Thales DR3000, dan Therma SKWS.
Maklumlah, kapal frigat jenis ragam class ini sebenarnya bekas dan semula dipesan oleh Brunei Darussalam yang dibangun di galangan kapal BAE Systems Naval Ships, Scotland pada 2001.
Namun, setelah muncul masalah legal (versi lain menyebutkan terbatasnya jumlah personel Tentera Laut Diraja Brunei untuk mengoperasikan mesin perang ini), negara yang dipimpin oleh Sultan Hassanal Bolkiah tersebut memutuskan batal menggunakan kapal itu dan menjual kembali kapal perang tersebut.
Kapal frigate ragam class merupakan kapal yang memiliki kecepatan maksimal 30 knot yang dilengkapi sensor radar dan avionik buatan Thales, Prancis.
Selain itu, kapal ini dilengkapi dengan satu meriam 76 mm, dua meriam penangkis udara kaliber 30 mm, torpedo, Thales Sensors Cutlass 22, Rudal permukaan ke udara Sea Wolf, rudal Exocet MM40 Block II yang berjangkauan 180 km, dan hanggar yang mampu menampung satu helikopter anti kapal selam jenis Sikorsy S-70 Seahawk.
Kemampuan persenjataan yang sebenarnya standar apalagi dibandingkan sejumlah Kapal Republik Indonesia (KRI) lama seperti Frigate Kelas Van Speijk yang dilengkapi dengan rudal Yakhont buatan Rusia.
Maklumlah rudal tersebut sempat membuat gempar kekuatan militer di kawasan Asean setelah TNI AL sukses mengintegrasikan sistem rudal tersebut dengan sejumlah KRI yang dimilikinya dan sukses menggelar uji coba pada April tahun lalu.
Pertama, pastikan Inggris tidak melakukan campur tangan dalam penggunaan kapal perang ini. Jangan sampai kejadian penggunan Tank Scorpion dan Panser Alvis Stormer buatan Alvis Vickers, Inggris oleh TNI ketika terjadi konflik di Aceh dipertanyakan dan bahkan dilarang oleh produsennya.
Selain itu, penggunaan pesawat Hawk MK-109 dan Hawk MK-209 buatan British Aerospace System (BAe) juga sempat mendapat hambatan dari Inggris ketika TNI menggelar operasi penumpasan Gerakan Aceh Merdeka.
Pengiriman pesawat Hawk ke Indonesia juga sempat mengalami masalah ketika terjadi konflik di Timtim yang saat itu masih tergabung dengan Indonesia. Kedua, memastikan TNI AL harus memastikan berhak melakukan perubahan terhadap kapal ini termasuk menginstalasi sistem persenjataan baru ke kapal perang tersebut.
Sistem persenjataan rudal yang ada di frigate ragam class didesain untuk jenis Exocet MM40 Block II. Tentu TNI AL berhak untuk misalnya menginstalasi sistem rudal Yakhont yang mempunyai daya ledak yang kuat maupun jangkauan yang lebih jauh.
Ketiga, harus dimaklumi apabila pembelian ini direalisasikan hanya bersifat solusi praktis terhadap keperluan pengadaan kapal tempur milik TNI AL. Sehingga jangan berharap ada proses alih teknologi mengingat barangnya sudah ada.
Artinya, terlepas dari proses pembelian frigate ragam class, rencana pembuatan korvet nasional tentunya harus segera direalisasikan di PT PAL yang dilakukan melalui jalinan kerja sama dengan perusahaan galangan kapal Naval Schelde, Belanda.
Pembelian frigate ragam class jangan sampai mengganggu perencanaan TNI AL untuk membeli 4 kapal perusak kawal rudal dari PT PAL, 16 kapal cepat rudal jenis Trimaran dari galangan kapal lokal.
Selain itu terdapat rencana pembelian 2 kapal survei, 1 kapal latih pengganti KRI Dewaruci, 2 unit kapal survei hidro oseanografi maupun 12 kapal pendarat tank (landing ship tank).
TNI AL dan Kementerian Pertahanan tentu harus menyiapkan sumber pendanaan untuk pembelian kapal yang di luar rencana ini. Terakhir, pembelian dilakukan secara goverment to goverment dan jangan melibatkan pihak ketiga yang menimbulkan biaya tambahan yang tidak diperlukan. Jales Veva Jaya Mahe. (munir.haikal@bisnis.co.id)
Sumber Bisinis Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar