1. Pendahuluan
a.
Latar Belakang Masalah.
Ketahanan
nasional Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia
yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang
mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi
dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik
yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan
hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya[1]. Ketahanan
nasional merupakan piso analisis untuk memecahkan problematika persoalan bangsa
melalui pendekatan Astagrata, termasuk berkaitan dengan kemandirian pangan.
Menurut draft RUU pengganti Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan,
kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan, yang mampu menjamin pemenuhan
kebutuhan yang cukup ditingkat individu. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama manusia, oleh
karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu. Ada tiga permasalahan yang
berkaitan dengan pencapaian ketahanan pangan nasional, antara lain distribusi,
produksi serta konsumsi pangan.
Salah satu faktor dominan penyebab rendahnya
kemandirian pangan nasional adalah menurunnya produktivitas tanaman pangan yang
disebabkan tingkat kesuburan lahan yang terus
menurun, eksplorasi potensi genetik
tanaman yang tidak optimal serta penerapan
teknologi yang masih belum maksimal. Perlu pengelolaan teknologi yang sesuai
dalam upaya kemandirian pangan, agar tetap terjaga identitas, integritas serta
perjuangan bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional.
b.
Identifikasi Masalah.
Permasalahan yang dapat
diidentifikasi berkaitan dengan pengelolaan teknologi moderen dalam perspektif ketahanan nasional
agar
mampu
mewujudkan kemandirian pangan nasional, antara lain:
1)
Kemandirian pangan masih belum
tercapai. Pertumbuhan permintaan pangan lebih cepat dari pertumbuhan
ketersediaan pangan. Permintaan yang meningkat cepat tersebut merupakan
resultansi dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan
daya beli masyarakat dan perubahan selera.
2)
Pertumbuhan kapasitas produksi
pangan nasional sangat lambat diakibatkan oleh perebutan pemanfaatan sumber
daya lahan dan air serta pertumbuhan produktivitas lahan yang lambat dan tenaga
kerja pertanian yang kurang berkualitas.
3)
Teknologi yang diterapkan dalam
penggunaaan benih unggul dan pupuk kimia yang diterapkan sejak lama,
mengakibatkan merosotnya kualitas dan kesuburan lahan, pada aspek lain telah
menyebabkan varietas unggul maupun kearifan teknologi lokal yang tidak
diberdayakan.
4)
Kebijakan pengembangan komoditas dan
teknologi pangan yang terfokus pada beras telah mengabaikan potensi
sumber-sumber pangan karbohidrat lain.
5)
Belum memadainya sarana prasarana
transportasi, baik darat dan terlebih lagi transportasi antar pulau, yang
menghubungkan lokasi produsen dan konsumen.
6)
Ketahanan nasional masih mengalami
banyak cobaan, ditandai oleh terjadinya berbagai konflik horisontal yang sering
diakibatkan permasalahan pangan maupun perebutan lahan pertanian.
c.
Rumusan Pokok
Masalah.
Pokok-pokok
masalah yang berkaitan dengan pengelolaan teknologi moderen untuk mewujudkan kemandirian
pangan nasional antara lain:
1)
Ketersediaan pangan tingkat nasional maupun regional
belum dapat menjamin ketahanan pangan hingga tingkat individu. Kemandirian
pangan nasional masih belum tercapai.
2)
Penyediaan pangan masih belum mampu memenuhi jumlah
penduduk Indonesia yang makin besar.
3)
Pemanfaatan teknologi yang
tidak arif dalam produksi pangan telah mengakibatkan merosotnya kualitas lahan
dan kesuburan lahan (soil fatique).
Dengan kebijakan pengelolaan dan
pemanfaatan teknologi moderen yang arif dalam perspektif Ketahanan Nasional
diharapkan mampu mewujudkan kemandirian pangan nasional.
2.
Pembahasan.
a.
Konsepsi
Ketahanan Nasional Terhadap Kemandirian Pangan.
Konsepsi ketahanan nasional Indonesia adalah
konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi, dan
selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu
berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara. Dengan kata lain, Konsepsi ketahanan nasional Indonesia merupakan pedoman
(sarana) untuk meningkatkan (metode) keuletan dan ketangguhan bangsa
yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dengan pendekatan kesejahteraan
dan keamanan[2].
Ketahanan nasional sangat
berkaitan dengan pembangunan nasional. Konsepsi ketahanan nasional bertujuan untuk untuk menumbuhkan kondisi kehidupan nasional yang diinginkan melalui proses pembangunan nasional disegala
bidang. Makin cepat proses pembangunan nasional, maka secara langsung akan meningkatkan ketahanan nasional, sebaliknya semakin kokoh ketahanan nasional akan mendorong pembangunan nasional makin cepat. Ketahanan nasional mengandung konsepsi tentang pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan dalam segala aspek dan dimensi
kehidupan nasional yang didasarkan pada nilai Pancasila, norma UUD 1945, dan Wawasan Nusantara.
Konsepsi
ketahanan nasional yang pada
hakekatnya merupakan konsepsi yang bulat dan menyeluruh dimana ada keterkaitan
erat antara masing-masing gatra dalam Astagatra. Mengingat pangan adalah kebutuhan manusia
yang paling mendasar, maka ketersediaan
pangan tingkat nasional maupun regional harus tetap terjamin. Kemandirian
pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan
ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup
dtingkat individu dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau,
yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman
lokal[3]. Pemerintah
pusat maupun daerah harus mampu mewujudkan kemandirian pangan nasional, antara
lain dengan pemanfaatan teknologi moderen yang sesuai dengan geografi,
geostrategi dan geopilitik Indonesia. Pemanfaatan teknologi moderen harus
mengacu pada Astagatra, meliputi:
1)
Trigatra (Gatra Alamiah)[4]. Trigatra atau
gatra alamiah meliputi aspek-aspek suatu negara yang memang sudah melekat pada negara itu. Unsur dari setiap aspek tidak
pernah sama spesifikasinya untuk setiap
negara. Trigatra atau gatra alamiah meliputi gatra geografi, kekayaan alam, dan kependudukan.
2)
Pancagatra (Gatra Sosial)[5]. Pancagatra atau
gatra sosial adalah aspek-aspek kehidupan nasional yang menyangkut kehidupan dan pergaulan hidup manusia dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan
ikatan-ikatan, aturan-aturan, dan norma-norma tertentu. Pancagatra atau gatra sosial meliputi
gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan serta Keamanan.
b.
Pengelolaan
Teknologi Moderen Dalam Bidang Pertanian.
Ketidakmandirian
pangan akan menciptakan rendahnya ketahanan pangan nasional sehingga terjadi kerawanan
pangan. Kerawanan pangan disebabkan oleh
kemiskinan yang cenderung
bersifat kronis dan bahkan semakin parah karena terperosok ke dalam spiral
petaka (vicious cycle)[6], yaitu:
1)
Kemiskinan.
2)
Kerawanan pangan
3)
Kerusakan lingkungan.
Kemiskinan
menyebabkan kerawanan pangan, dan dorongan untuk mempertahankan kehidupan (survival) yang mendorong berbuat dengan meningkatkan eksploitasi sumber daya
alam, yang berakibat pada kerusakan lingkungan alam. Penurunan daya
dukung sumber daya alam berakibat pada penurunan produksi dan
pendapatan usaha tani serta meningkatkan instabilitas produksi pangan yang
selanjutnya memperparah masalah kemiskinan dan ketahanan pangan. Kerusakan
lingkungan akan semakin cepat terbentuk bila kemiskinan dan rawan pangan
berkorelasi positif dengan pertumbuhan penduduk. Saat ini rata-rata produktivitas tanaman
pangan nasional masih rendah, faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman
pangan antara lain rendahnya penerapan teknologi budidaya, tingkat
kesuburan lahan terus menurun serta eksplorasi
potensi genetik tanaman belum optimal.
Rendahnya
penerapan teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan
potensi produksi dari hasil penelitian dengan hasil di lapangan yang diperoleh
oleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket
teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga
penerapan teknologinya sepotong-sepotong. Permasalahan
pemanfaatan teknologi yang makin menurunkan kualitas pangan, antara lain:
1)
Penggunaan varietas unggul yang tidak sesuai dengan
kearifan lokal sehingga pada masa tertentu bahkan makin menurunkan hasil
produksi pangan.
2)
Penggunaan pupuk yang tidak tepat.
3)
Pemanfaatan bahan kimia secara terus menerus yang membuat
tingkat pesuburan tanah menjadi menurun.
4)
Pemanfaatan air irigasi yang tidak efisien.
Dalam rangka mewujudkan kemandirian
pangan nasional, perlu upaya-upaya Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
dengan mengelola teknologi moderen yang sesuai dengan perundang-undangan maupun
kearifan lokal. Pengelolaan teknologi moderen harus mengacu kepada aspek ketahanan
nasional, yang mencakup hubungan manusia dengan alam sekitarnya yang berupa
Trigatra (gatra geografi, gatra sumber kekayaan alam dan gatra kependududkan)
serta hubungan manusia dalam kehidupan sosialnya berupa Pancagatra (gatra ideologi,
gatra politik, gatra ekonomi, gatra sosial budaya dan gatra pertahanan dan
keamanan).
c. Pengelolaan Teknologi Moderen
Dalam Perspektif Ketahanan Nasional Mampu Mewujudkan Kemandirian Pangan
Nasional.
Berdasarkan
hasil sensus penduduk tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik[7],
jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 jiwa yang mencakup mereka yang
bertempat tinggal di perkotaan 118.320.256 jiwa dan di daerah pedesaan
119.321.070 jiwa. Penyebaran penduduk meliputi pulau Sumatera yang luasnya
25,2% dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni 21,3% penduduk. Pulau Jawa
dengan luas 6,8% dihuni oleh 57,5%
penduduk, Kalimantan yang luasnya 28,5% dihuni oleh 5,8% penduduk, Pulau
Sulawesi yang luasnya 9,9% dihuni oleh 7,3%
penduduk, Maluku yang luasnya 4,1% dihuni oleh 1,1% penduduk serta Papua
yang luasnya 21,8% dihuni oleh 1,5%% penduduk.
Dari hasil sensus penduduk pada tahun 2010 serta permasalahan lahan
pertanian yang ada di Indonesia, dapat diambil beberapa kesimpulan, antara
lain:
1)
Penyebaran penduduk masih belum merata. Prosentase jumlah
penduduk yang tinggal di perkotaan dan pedesaan masih belum proporsional.
2)
Luas lahan pertanian pangan produktif makin sempit serta
tingkat kesuburan tanah makin menurun.
3)
Pemanfaatan teknologi moderen dalam bidang pertanian
masih belum tersosialisasikan dengan baik.
4)
Mahalnya teknologi serta kurang mampunya petani dalam
memperoleh teknologi porduktivitas dan budidaya pertanian.
Untuk mengatasi permasalahan di
atas, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus
segera melaksanakan upaya-upaya melalui pengelolaan teknologi moderen yang
tetap sesuai dengan kedelapan Grata (Astagatra) pada Ketahanan Nasional. Upaya-upaya pengelolaan teknologi moderen dalam perspektif Ketahanan
nasional antara lain:
1) Trigarta (gatra geografi, gatra sumber kekayaan alam dan gatra
kependudukan). Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan bahwa bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Konsep penguasaan oleh negara
tersebut berarti bahwa warga negara Republik Indonesia boleh mengusahakan serta
memanfaatkan kekayaan alam yang ada.
Sumber-sumber kekayaan alam sebagai karunia Tuhan adalah untuk memberi kehidupan kepada makhluknya, dan kekayaan wilayah Indonesia, baik potensial maupun
efektif adalah modal dan milik
bersama bangsa untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Rata-rata
produktivitas tanaman pangan nasional masih rendah. Rata-rata produktivitas
padi adalah 4,4 ton/ha, jagung 3,2 ton/ha dan kedelai 1,19 ton/ha. Jika
dibanding dengan negara produsen pangan lain di dunia khususnya beras,
produktivitas padi di Indonesia ada pada peringkat ke 29. Australia memiliki
produktivitas rata-rata 9,5 ton/ha, Jepang 6,65 ton/ha dan Cina 6,35 ton/ha. Hal ini membutuhkan
kebijakan pemimpin negara, pemimpin daerah maupun tokoh-tokoh masyarakat agar
pengelolaan teknologi moderen dibidang pertanian mampu mewujudkan kemandirian
pangan nasional. Langkah-langkah pengelolaan
teknologi pertanian antara lain:
a)
Gatra Geografi. Pengelolaan teknologi pertanian
harus menyesuaikan dengan geografi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan
mempertimbangkan ruang hidup yang perlu dimanfaatkan secara proporsional. Pemerintah
harus mampu menyediakan subsidi teknologi dalam bentuk modal bagi petani untuk
memperoleh atau dapat membeli teknologi produktivitas dan pengawalannya
sehingga teknologi budidaya dapat dikuasai secara utuh dan efisien sampai tahap
pasca panennya. Perlu pembukaan lahan baru yang mampu
diberdayakan dalam rangka menambah hasil produksi pangan nasional.
b) Gatra Sumber Kekayaan Alam. Teknologi pertanian harus
menyesuaikan karakter wilayah tropis, dengan iklim Indonesia yang secara umum panas
dan lembab serta banyaknya gunung berapi. Teknologi yang diterapkan harus telah teruji pada lahan-lahan pertanian
tropis. Lahan pertanian yang pada
awalnya sangat subur, saat ini telah mengalami penurunan kesuburan, diakibatkan
revolusi hijau yang mengandalkan
pupuk dan pestisida sehingga memiliki dampak negatif pada kesuburan tanah yang
berkelanjutan dan terjadinya mutasi hama dan pathogen yang tidak diinginkan.
Sebagai contoh lahan yang terus dipupuk dengan urea cenderung
menampakkan respon kesuburan tanaman seketika, tetapi berdampak pada cepat
habisnya bahan organik tanah karena memacu berkembangnya dekomposer serta
bahan organik sebagai sumber makanan mikroba lain menjadi habis[8].
Pemakaian pupuk kimia, alkali dan pestisida yang terus menerus menyebabkan
tumpukan residu yang melebihi daya dukung lingkungan yang jika tidak terurai akan
menjadi “racun tanah”. Akibatnya disamping hilangnya mikroba pengendali
keseimbangan daya dukung kesuburan tanah, juga terjadi ketidak-seimbangan
mineral dan munculnya mutan-mutan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang
kontra produktif. Di lahan sawah/irigasi dengan berbagai upaya program revolusi
hijau yang telah ada, tidak lagi memberikan kontribusi pada peningkatan
produktivitas karena telah mencapai titik jenuh dan produktivitas yang terjadi
justru cenderung menurun. Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan soil management untuk mengembalikan
kesuburan tanah dengan memasukkan berbagai ragam mikroba pengendali yang
mempercepat keseimbangan alami dan membangun bahan organik tanah, kemudian
diikuti dengan pemupukan dengan jenis dan jumlah yang tepat dan berimbang serta
teknik pengolahan tanah yang tepat[9].
Telah diketahui bahwa mikro organisme unggul yang berguna, dapat diintroduksikan ke tanah dan dapat diberdayakan agar mereka berfungsi
mengendalikan keseimbangan kesuburan tanah sebagaimana mestinya.
c) Gatra
Kependudukan. Pengelolaan teknologi moderen harus menyesuaikan tingkat
kepadatan penduduk disuatu wilayah, serta kearifan lokal yang sudah melekat
diwilayah tersebut yang diteruskan secara turun temurun dari generasi ke
generasi. Pemanfaatan teknologi harus mempertimbangan jumlah, komposisi,
persebaran dan kualitas penduduk. Pada daerah yang terpencil dan jauh dari
perkotaan, teknologi pertanian yang diterapkan juga harus mempertimbangkan
sarana prasarana serta transportasi yang ada.
2)
Pancagatra (Gatra Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya serta
Pertahanan dan Keamanan).
Pancagatra atau gatra sosial adalah aspek-aspek
kehidupan nasional yang menyangkut kehidupan dan pergaulan
hidup manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dengan ikatan-ikatan, aturan-aturan dan normanorma tertentu. Pancagatra atau gatra sosial meliputi
gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan
dan keamanan. Kelima gatra sosial tersebut mengandung unsur-unsur yang bersifat dinamis[10]. Pengelolaan teknologi moderen dalam perspektif
ketahanan nasional antara lain:
a)
Gatra Ideologi. Pembangunan nasional pada hakikatnya diarahkan untuk mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur yang merata material dan spiritual
dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Dengan demikian pembangunan
nasional harus dilandasi moral dan etika yang
sesuai dengan sistem nilai yang telah disepakati bersama yaitu Pancasila. Kelima sila dalam Pancasila
merupakan kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang terkandung di dalamnya. Pengelolaan teknologi moderen dibidang pertanian harus mengacu pada
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pengelolaan teknologi pertanian harus
menyesuaikan dengan kemajemukan masyarakat Indonesia. Secara sosiologi
bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang
terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat istiadat, bahasa,
pandangan hidup serta agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Teknologi yang diterapkan di suatu
wilayah tidak harus sama dengan wilayah yang lain, sehingga perlu diberdayakan
uji Litbang tanaman unggul terhadap masing-masing wilayah.\
b)
Gatra Politik. Politik adalah aspek kehidupan nasional yang berkaitan
dengan kekuasaan dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara serta penyaluran aspirasi rakyat sebagai wujud dari kedaulatan di tangan rakyat. Perlu kebijakan
pemerintah dengan memanfaatkan teknologi moderen yang sesuai dengan
kaidah-kaidah kemasyarakatan agar terwujud keseimbangan, keserasian dan
keselarasan hubungan dengan petani yang berada diposisi obyek pelaksana. Perlu
revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang masih menempatkan
ketahanan pangan yang masih belum menyentuh aspek pebutuhan individu.
Pengelolaan teknologi pertanian harus menyesuaikan dengan kondisi politik
kewilayahan agar tidak terjadi benih-benih konflik yang dapat menjurus kepada
bahaya disintegrasi bangsa.
c)
Gatra Ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi, teknologi merupakan faktor
penting bagi upaya peningkatan berbagai kegiatan
ekonomi. Penggunaan teknologi mutakhir dapat lebih mendayagunakan
sumber daya alam, baik yang pontensial maupun yang nyata. Wujud ketahanan ekonomi tercermin
dalam terpeliharanya stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan
daya saing tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat
yang adil dan merata. Pemanfaatan teknologi dapat meningkatan kemampuan perekonomian negara. Dilain pihak, teknologi dapat juga
menimbulkan kerawanan karena ketergantungan yang besar terhadap pihak luar serta
kurangnya kemampuan penguasaan teknologi serta pemanfaatannya. Negara berkembang pada umumnya menghadapi masalah pengangguran. Untuk itu, diperlukan pemilihan
teknologi yang tepat guna, selain
dapat memberikan nilai tambah dapat pula memberikan kesempatan kerja[11]. Pembangunan ekonomi diarahkan kepada mantapnya ketahanan
ekonomi melalui terciptanya iklim usaha yang sehat
serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai. Perlu eksplorasi potensi genetik
tanaman yang optimal agar hasil petani sesuai dengan hasil
dalam penelitian. Dalam hal ini teknologi pemuliaan telah mengalami kemajuan
yang cukup berarti dalam menciptakan berbagai varietas unggul berpotensi dan keselarasan produksi
tinggi. Meskipun upaya breeding moderen,
teknologi transgenik dan hibrida dirancang agar tanaman yang dikehendaki
memiliki kemampuan genetik produksi tinggi, tetapi jika dalam menerapkannya di
lapangan asal-asalan, maka performa keunggulan genetiknya tidak nampak. Hasil
penggunaan varietas unggul di lapangan seringkali masih jauh dari harapan.
d)
Gatra Sosial
Budaya. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai
suku bangsa dan sub-etnis, yang masing-masing memiliki kebudayaannya sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan
daerah sebagai suatu sistem nilai yang menuntun
sikap, perilaku dan gaya hidup, merupakan identitas dan menjadi kebanggaan dari suatu bangsa yang bersangkutan. Saat ini, sulitnya melakukan peningkatan produksi
pangan nasional antara lain karena pengembangan lahan pertanian pangan baru
tidak seimbang dengan konversi lahan pertanian produktif yang telah berubah menjadi fungsi lain
seperti permukiman. Dari sisi perluasan areal lahan tanaman pangan ini upaya
yang dapat ditempuh yang sesuai dengan aspek sosial budaya adalah:
(1)
Memanfaatkan
lahan lebak dan pasang surut termasuk di kawasan pasang surut
(2)
Mengoptimalkan
lahan tidur dan lahan tidak produktif di pulau Jawa.
(3)
Kedua
pilihan di atas mutlak harus di barengi dengan menerapkan teknologi
produktivitas mengingat sebagian besar lahan tersebut tidak subur untuk tanaman
pangan.
(4)
Memberdayakan adat istiadat setempat dalam rangka
pembukaan lahan pertanian serta melibatkan pemimpin adat yang menjadi panutan.
(5)
Pemanfaatan teknologi pertanian wajib menyesuaikan
kearifan lokal, baik aspek penanaman, bibit maupun budaya setempat.
e). Gatra
Pertahanan dan Keamanan. Kesejahteraan dan keamanan dapat
dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan kebutuhan
manusia yang mendasar serta ensensial, baik bagi perorangan maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan nasional, tingkat
kesejahteraan dan keamanan yang serasi mencerminkan
keuletan dan ketangguhan Ketahanan Nasional. Dampak-dampak yang
timbul karena peningkatan kepadatan populasi di suatu daerah adalah
dengan meningkatnya kebutuhan
pangan.Thomas
Robert Malthus menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dunia seperti deret ukur sedangkan pertumbuhan ekonomi
seperti deret hitung, artinya pertumbuhan penduduksangat cepat sedangkan
pertumbuhan produksi pangan sangat lambat. Dampak lain yang
rawan terhadap keamanan adalah dengan menurunnya ketersediaan pangan. Lebarnya
jarak antara supply and demand
terhadap kebutuhan panganakan mengakibatkan ketahanan nasional dapat menurun.
Pengelolaan teknologi moderen dalam pertanian tetap harus menjaga stabilitas
keamanan setempat. Langkah-langkah yang
perlu ditingkatkan dalam rangka pengelolaan teknologi pertanian, meliputi:
(1)
Pengembangan sumber daya yang
dimiliki dalam negeri (resource based),
baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam dengan memberi perhatian jauh
lebih besar pada sistem pelatihan maupun pengembangan teknologi ramah
lingkungan.
(2)
Sistem pendidikan yang siap pakai
dan memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk pengembangan sistem pendidikan yang
akrab teknologi pertanian, serta kemudahan akses pendidikan tinggi hingga ke
jenjang pendidikan tinggi yang akan meningkatkan daya saing sumber daya
manusia.
(3)
Penguasaan teknologi pertanian
yang tepat guna dalam mendukung resource
based industry.
(4)
Penguasaan teknologi informasi
dan akses ke jalur informasi.
(5)
Kesediaan lapangan kerja bidang
pertanian yang juga bertumpu pada sumber daya yang dimiliki (resource based).
(6)
Sistem pertahanan dan keamanan yang
berpihak pada kepentingan masyarakat banyak, yang dapat memberikan jaminan rasa
aman bagi masyarakat dalam menjalankan roda perekonomian termasuk memanfaatkan
teknologi pertanian.
3. Penutup.
a. Kesimpulan.
1) Ketersediaan
pangan tingkat nasional maupun regional belum dapat menjamin ketahanan pangan
hingga tingkat individu. Kemandirian pangan nasional masih belum tercapai
karena kemampuan produksi pangan dalam negeri masih masih rendah sedangkan populasi
penduduk dan penyebarannya telah menimbulkan permasalahan ketersediaan dan
kecukupan pangan.
2) Pengelolaan
teknologi dalam penggunaaan benih unggul dan pupuk
kimia yang diterapkan sejak lama, mengakibatkan merosotnya kualitas dan
kesuburan lahan, pada aspek lain telah menyebabkan terabaikannya varietas
unggul dan kearifan teknologi lokal yang menjadi kebanggaan masyarakat
setempat. Perlu pengelolaan teknologi pertanian yang mampu menjaga ketahanan
pangan dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan nasional.
3) Upaya
pengelolaan teknologi moderen dalam perspektif ketahanan nasional terbukti mampu
mewujudkan kemandirian pangan nasional, melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a) Pengelolaan teknologi moderen dibidang pertanian harus
mengacu pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pengelolaan teknologi
pertanian harus menyesuaikan dengan kemajemukan masyarakat Indonesia.
b) Perlu eksplorasi potensi genetik
tanaman dalam bentuk varietas unggul yang optimal agar hasil petani
sesuai
dengan hasil dalam penelitian.
c) Pemanfaatan teknologi pertanian wajib
menyesuaikan kearifan lokal, baik aspek penanaman, bibit maupun budaya
setempat.
d) Pengembangan sumber daya yang
dimiliki dalam negeri (resource based),
baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam dengan memberi perhatian jauh
lebih besar pada sistem pelatihan maupun pengembangan teknologi ramah
lingkungan serta penguasaan teknologi pertanian yang tepat guna dalam mendukung
resource based industry.
b.
Saran.
1) Perlu segera penetapan
Rancangan Undang-Undang yang pro rakyat untuk pengganti Undang-Undang nomor 7
tahun 1996 tentang pangan yang sudah tidak sesuai sehingga diharapkan pemenuhan
hasil produksi pangan dapat meningkat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan serta
kemandirian panbgan nasional.
2) Dalam rangka pengelolaan teknologi moderen
perlu keterlibatan aktif Kementrian Riset dan Teknologi serta BPPT, serta
melibatkan tenaga ahli dari lembaga penelitian maupun pendidikan tinggi
setempat.
[1]Pokja Geostrategi dan Tannas Lemhannas RI, 2011. BS Geostrategi dan
Ketahanan Nasional, Sub BS Konsepsi Ketahanan Nasional, Hal 11
[2] Pokja Geostrategi dan Tannas Lemhannas RI, 2011. BS
Geostrategi dan Ketahanan Nasional, Sub
BS Konsepsi Ketahanan Nasional, Hal 11
[4] Pokja Geostrategi dan
Tannas Lemhannas RI, 2011. BS Geostrategi dan Ketahanan Nasional, Sub BS
Konsepsi Ketahanan Nasional, Hal 24
[6] Pantjar Simatupang, Profesor. Dr. “Riset pada pusat sosial
ekonomi dan kebijakan pertanian, bogor, kebijakan dan strategi
pemantapan ketahanan pangan wilayah”, http.litbang.go.id.
diakses Jumat 4 Mei 2012, jam 13.40 WIB
[8] Jaegopal Hutapea, Dr dan Ali Zum Mashar, SP, 2009, “Ketahanan Pangan Dan Teknologi Produktivitas Menuju
Kemandirian Pertanian Indonesia”. Hal 7
[10] Pokja Geostrategi dan Tannas Lemhannas RI, 2011. BS
Geostrategi dan Ketahanan Nasional, Sub BS Konsepsi Ketahanan Nasional, Hal 29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar