Salah
satu upaya untuk mendukung kekuatan dan sumber ekonomi nasional yang
lebih besar adalah dengan memasukkan indikator pengembangan industri
teknologi pertahanan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sejarahnya,
bangkitnya revolusi industri di tahap awal banyak dipengaruhi oleh
industri pertahanan. Karena besarnya jumlah pasukan militer yang
terlibat konflik pada saat itu, pabrik-pabrik harus memproduksi senjata
dan peralatan militer lainnya dalam jumlah yang sangat besar. Misalnya
Inggris, negara ini merupakan produsen peralatan perang yang terbesar
selama konflik dalam perang Napoleon. Mereka mengirimkan sebagian besar
senjata ini kepada sekutu-kutunya, dan hanya memakainya sedikit.
Perancis pada saat itu juga menjadi produsen peralatan perang nomor dua
terbesar, yang memproduksi untuk kepentingan sendiri dan sekutu-kutunya.
[Syamtidar, 2011 hal 177-178]
Peran
industri pertahanan di negara-negara di dunia, dalam perkembangannya,
berkaitan erat dengan sistem perekonomian negara bersangkutan. Industri
pertahanan menjadi model pioner pengembangan bagi berkembangnya
industri-industri lainnya. Industri pertahanan selain untuk menunjang
kekuatan militer negara bersangkutan juga diprogram menjadi aktivitas
bisnis yang bernilai komersial untuk tujuan-tujuan pembangunan ekonomi. Industri
pertahanan tidak saja menjadi monopoli negara maju pada pasca Perang
Dunia II. Beberapa negara berkembang, seperti Brasil, Argentina, dan
Afrika Selatan sudah mengembangkan industri pertahanan yang memproduksi
berbagai peralatan militer yang tidak sebatas hanya senjata ringan dan
amunisi saja. Bahkan sekitar tahun 1960-an, tercatat 27 negara yang
diakui internasional mampu mengembangkan industri pertahanan dalam
negerinya sendiri. Negara-negara berkembang yang memiliki industri
pertahanan paling maju dengan produk militer terbaik antara lain adalah
Brasil, Argentina, India, Israel, dan Afrika Selatan. Sebenarnya saat
itu Indonesia juga sudah termasuk dalam jajaran sebagai negara industri
pertahanan bersama dengan negara-negara berkembang lainnya, yaitu
Filipina, Korea Selatan, Taiwan, Mesir, dan Meksiko. Rintisan industri
pertahanan di Indonesia dimulai dari PT Pindad yang berdiri sejak tahun
1908.
[Kirbiantoro & Rudianto, 2010 hal 162-163]
Untuk
melepas ketergantungan alutsista dari pihak negara produsen, dan juga
dalam rangka mempersiapkan perang modern di masa datang, tidak ada
pilihan lain bagi Indonesia untuk segera mewujudkan pengembangan
industri pertahanan dalam negeri. Untuk kepentingan tersebut, Indonesia
bermaksud untuk meminimalkan ketergantungan persenjataan buatan luar
negeri. Pemerintah Indonesia sedang berusaha keras memberdayakan
industri pertahanan dalam negeri guna melepas ketergantungan
persenjataan dari negara lain. Salah satunya adalah mengembangkan
kembali industri persenjataan dalam negeri yang selama ini sebenarnya
sudah berjalan baik. [Kirbiantoro & Rudianto, 2010]
Dari
proses perjalananan industri Indonesia, membangun industri pertahanan
tidaklah semudah membangun industri komesial pada umumnya. Indonesia
dalam perjalanannya telah bercita-cita memperkuat industri pertahanan.
Tahun 1970-an pemerintah orde baru telah menyadari bahwa Indonesia harus
memperkecil celah ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi dari
negara maju. Namun dengan kondisi ekonomi Indonesia saat itu, agak sulit
untuk mengimplementasikan sebuah pembangunan industri strategis
pertahanan yang akan menyedot anggaran dan investasi yang besar.
Walaupun berhasil, justru akan membuat Indonesia dalam posisi strategis
dalam persaingan dengan industri pertahanan di tingkat global.
[Purwanto, 2011:408-410]
Karena
itu pilihan jatuh membangun industri strategis komersial. Jenis-jenis
industri strategis dianggap sebagai solusi mengatasi problem-problem
pembangunan tersebut. Industri yang dianggap strategis saat itu adalah ;
industri transportasi laut, udara, dan darat; industri energy; industri
rekayasa dan desain; industri mesin dan peralatan pertanian; industri
pertahanan; industri pekerjaan umum. Semuanya itu diwujudkan pemerintah
dalam beberapa BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis).
[Purwanto, 2011:408-410]
Program
alih teknologi pada industri strategis dilakukan untuk mencapai suatu
sasaran penguasaan teknologi tertentu, dengan tujuan membangun industri
strategis menjadi industri yang mandiri dan menjadi tombak
industrialisasi dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia. Dengan telah ditetapkannya wahana-wahana transformasi
industri, maka sebanyak 10 BUMN Industri Strategis ditetapkan yang
masing-masing memiliki kemampuan untuk anggulan tersendiri. Walaupun
industri pertahanan menurun kondisinya, khususnya semenjak krisis
ekonomi 1998, Indonesia telah memiliki dasar-dasar industri strategis
yang dapat dikembangkan menjadi industri pertahanan yang maju. Secara
embrional dan potensial, untuk merealisaikan pembangunan industri
pertahanan tersebut telah dimulai, seperti yang telah dirintis oleh PT
Pindad, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, dan beberapa industri terkait
pendukung lainnya. Namun dukungan politik terhadap pengembangan
kemampuan industri strategis tersebut masih harus diperkuat karena
memang dibutuhkan biaya yang besar, terutama dalam riset. [Purwanto,
2011: 328]
PT
Pindad telah menghasilkan banyak karya, mulai dari senapan, peledak,
panser, rudal, dan lain sebagainya. Masalah yang dihadapi Pindad adalah
kesulitan menyusun proyeksi produksi dan prediksi kebutuhan pasar dalam
negeri karena pemerintah belum memiliki perencanaan persenjataan yang
dibutuhkan untuk jangka panjang sebagai acuan perencanaan untuk
mendesain strategi produksi dan penggunaan teknologi yang sesuai
dibutuhkan dalam rangka mendukung sistem persenjataan nasional.
[Rekonstruksi Pertahanan Nasional : 167-170]
Dalam
rangka melepaskan ketergantungan kapal-kapal perang angkatn laut
terhadap pihak luar negeri, PT PAL didorong untuk memproduksi kapal
perang TNI AL. Kapal yang diproduksi seperti jenis Corvet dengan panjang
80 meter, kapal patrol cepat (28 dan 57 meter), kapal Frigate 2.500
ton, kapal penyapu ranjau 2.100 tahun, produksi amunisi. Terdapat
sekitar 25 perusahaan dalam negeri ikut ambil bagian dalam mendukung
penyediaan bahan baku dan suku cadangnya. Kerja sama dengan TNI AL
mencakup banyak hal, termasuk dalam hal pengembangan kapal-kapal patrol
cepat. [Rekonstruksi Pertahanan Nasional :170-175]
Selain
memproduksi pesawat terbang secara umum untuk keperluan sipil, dalam
aktivitas PT DI, terdapat divisi yang khusus mengembangkan industri
pertahanan, yaitu memproduksi peralatan militer yaitu pesawat terbang,
pesawat latih, helikopter dan sebaginya. Misalnya helikopter versi-versi
militer NC-212 dan CN-235, pesawat latih, torpedo tipe SUT (Surface
Underwater Torpedo). Pada divisi persenjataan, telah berhasil membuat
peluncur NDL40 dan ADL40. Dengan
menyadari manfaat yang signifikan dari industri pertahanan, pemerintah
berkomitmen terhadap upaya pengembangan kemampuan pertahanan nasional
yang bergerak dalam empat domain, yaitu :
(1) daya gerak dan kecepatan, (2) daya gempur dan pelontaran, (3) daya
pemandu dan kendali, serta (4) daya dukung dan perbekalan. Karenanya
terobosan-terobosan harus dilakukan, khususnya oleh kementerian
pertahanan. Dengan mengimplementasikan secara serius apa yang
direncanakannya, yaitu :
1. Rencana aksi yang bertujuan menyusun cetak biru bagi pembentukan Kekuatan Pokok Pertahanan (KPP).
2. Rencana aksi yang bertujuan menetapkan kebijakan revitalisasi industri pertahanan.
3. Rencana aksi yang bertujuan menyusun skema anggaran multi tahun yang
dapat mendukung pelaksanaan rencana-rencana strategis pertahanan.
Perlu
disiasati untuk keluar dari jebakan minimnya anggaran negara perlu
dicari berbagai alternatif pembiayaan, diantaranya dari alokasi belanja
modal bagi sektor pertahanan dalam APBN, dari obligasi khusus yang
dijamin pemerintah untuk memperkuat kapasitas industri pertahanan dan
melalui pinjaman khusus dari konsorsium ban-bank nasional. [Purwanto,
2011:4 12]
Dengan
memakai produk dalam negeri, TNI akan mengurangi ketergantungan membeli
persenjataan dari luar negeri. Di era globalisasi, kemandirian seratus
persen tentulah tidak mungkin, namun adanya industri pertahanan tetap
memiliki manfaat yang cukup signifikan. Untuk mendorong kemajuan
industri pertahanan di masa depan, selain industri yang dikelola
pemerintah, harus mulai dibuka untuk menggandeng perusahaan-perusahaan
swasta. Dan kebijakan pengadaan peralatan militer dari luar negeri hanya
untuk barang-barang yang belum diproduksi di dalam negeri.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar