REORIENTASI PERAN TNI UNTUK MENINGKATKAN SEMANGAT BELA
NEGARA DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA
1.
PENDAHULUAN.
Bangsa
Indonesia adalah suatu kelompok masyarakat yang majemuk (plural society) yang terdiri dari banyak suku bangsa (multinational state) yang sangat rawan
terhadap perpecahan dan konflik. Setelah rakyat Indonesia
berjuang untuk memerdekakan diri pada tahun 1945, institusi-institusi negara
telah memainkan peran sebagai instrumen pemersatu (integrator). Ada beberapa
faktor yang berperan penting dalam mempersatukan segenap suku bangsa di
Indonesia, antara lain ideologi, bahasa, pendidikan, hukum, birokrasi,
pemerintahan dan militer. Persatuan negara sangat ditentukan oleh instrumen
kebangsaan yang sarat dengan kualitas bela negara yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia, mengingat bina-negara (state
building) merupakan
instrumen pokok dan sangat menentukan dalam kerangka bina-bangsa
(national building).
Sumber daya manusia menjadi
titik sentral yang perlu dibina dan dikembangkan sebagai potensi bangsa yang
mampu melaksanakan pembangunan maupun mengatasi segala bentuk Ancaman, Tantangan,
Hambatan dan Gangguan (ATHG) yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Salah
satu upaya pembinaan potensi sumber daya manusia agar mampu menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara, dapat dilakukan melalui pembelaan negara,
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 UUD 1945[1]. Saat
ini banyak opini yang berkembang yang menyatakan bahwa semangat bela negara
bangsa Indonesia dalam kondisi sangat mengkhawatirkan. Ada juga pendapat yang
menyatakan bahwa hak dan kewajiban bela negara
sepenuhnya dikendalikan oleh Pemerintah dan dilaksanakan oleh TNI, diisisi lain
telah terjadi berbagai konflik horisontal maupun vertikal yang cenderung
disebabkan menurunnya rasa solidaritas dan cinta tanah air yang merupakan bagian
pokok dari unsur dasar bela negara.
Berdasarkan
Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada
pasal 7 ayat (2)b.8[2],
salah satu tugas pokok TNI adalah memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan
pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta sedangkan
kemampuan TNI adalah untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan tangkal,
deteksi dan cegah dini terhadap berbagai kerkembangan situasi dan kondisi yang
dapat mengganggu stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara dengan
memberdayakan kemampuan kepekaan territorial. Dihadapkan
pada kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk serta dalam rangka
menciptakan pertahanan negara yang kuat dan tangguh, maka perlu penilaian kualitas
dan tingkat partisipasi masyarakat dalam melaksanakan peran bela negara secara
proporsional, sehingga dapat diketahui peran yang harus dilakukan TNI dalam
rangka meningkatkan semangat bela negara, baik internal maupun eksternal.
2.
PEMAHAMAN
TENTANG BELA NEGARA DAN PERAN TNI.
a.
Pengertian
Bela Negara.
1)
Arti dari bela
negara adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki tekad, sikap dan perilaku yang dijiwai cinta NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang rela berkorban demi kelangsungan hidup bangsa dan negara[3].
Adapun kriteria warga negara yg memiliki kesadaran bela negara adalah mereka yg bersikap dan bertindak, senantiasa
berorientasi pada nilai-nilai bela negara.
Nilai-nilai
bela negara yang dikembangkan antara
lain:
a)
Cinta
tanah air.
b)
Sadar akan berbangsa dan bernegara.
c)
Keyakinan kepada Pancasila
sebagai ideologi negara.
d)
Rela adalah
berkorban untuk bangsa dan negara,
2)
Berdasarkan
Undang-Undang Dasar RI tahun 1945
pada pasal 30[4] menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara." dan "Syarat-syarat
tentang pembelaan diatur dengan undang-undang", sehingga semua warga
negara Indonesia wajib
ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan
dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
b.
Pengertian
Karakter Bangsa.
Karakter sebuah bangsa terbangun dari tindak
laku kehidupan anak-anak bangsa yang berkarakter dalam keluarga, dalam
lingkungan kerja, dalam masyarakat dan dalam berbangsa dan bernegara[5]. Pola pikir dan pola tindak perilaku
orang-orang yang berkarakter mengkristal menjadi nilai-nilai utama (core Values), nilai-nilai yang hidup (living values) dan mengkristal menjadi
budaya unggul (culture of excellence) suatu
bangsa dan negara. Karakter suatu bangsa merupakan hasil gabungan dari
sinergisitas dari masing-masing individu anak-anak bangsa yang berproses secara
terus menerus dan kemudian menjadi satu kesatuan utuh yang sangat kuat. Jati
diri bangsa telah dikristalisasikan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam
bentuk Pancasila. Sebagai jati diri bangsa, Pancasila memiliki tiga fungsi,
pertama sebagai pertanda eksistensi bangsa Indonesia, kedua merupakan pencerminan
kondisi bangsa Indonesia serta sebagai pembeda dengan bangsa lain di dunia.
Karakter
bangsa akan menimbulkan suatu perasaan daya juang, daya dorong maupun daya
gerak sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang lebih mulia. Karakter bangsa Indonesia sangat berkaitan
dengan semangat bela negara. Karekter masing-masing individu bangsa Indonesia akan
menghasilkan karakter bangsa yang kuat dan kokoh sehingga akan memperkokoh
karakter bangsa yang memiliki jiwa-jiwa Pancasila sehingga pada gilirannya akan
meningkatkan tekad, sikap dan perilaku yang dijiwai cinta tanah sehingga rela berkorban
demi kelangsungan hidup bangsa dan negara.
c.
Tugas Tanggung Jawab TNI.
1)
Usaha pertahanan dan keamanan
dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan
utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung[6], namun
demikian tiap-tiap warga negara juga berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara[7].
2)
TNI sebagai alat pertahanan
negara, berfungsi sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan
ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan
wilayah dan keselamatan bangsa[8].
Salah satu tugas pokoknya dalam Operasi Militer Selain Perang adalah memberdayakan
wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan system
pertahanan semesta[9].
3)
Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pertahanan
Negara berfungsi untuk mewjudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI
sebagai satu kesatuan pertahanan[10]. Panglima TNI berwenang menggunakan segenap
komponen pertahanan dalam menyelenggarakan operasi militer berdasarkan
undang-undang[11].
3.
SEMANGAT
BELA NEGARA SAAT INI. Munculnya
beberapa pernyataan maupun opini tentang kondisi semangat bela negara
masyarakat Indonesia saat ini, antara lain:
a.
Berdasarkan
hasil penelusuran Pokja Pusat
Penelitian dan Pengembangan SDM Balitbang Dephan tentang konsepsi peningkatan
semangat bela negara Warga Negara Republik Indonesia dalam rangka
penanggulangan pengaruh negatif globalisasi guna mendukung pertahanan Negara[12], Semangat
Bela Negara WNRI saat ini dilihat dari aspek hakekat bela negara mengalami
penurunan, antara lain:
1)
Kecintaan
terhadap tanah air. Kecenderungan berpola hidup konsumtif, individualistis,
bergaya hidup kebarat-baratan dan menurunnya kebanggaan dan kepedulian terhadap
bangsa, negara serta lingkungan.
2)
Keyakinan
terhadap Pancasila. Kecenderungan
mempertanyakan kemampuan Pancasila menjawab tantangan era globalisasi dengan
segala perubahannya, sehingga muncul gagasan untuk mengadakan penyegaran
Pancasila. Hal ini perlu pemahaman
secara benar agar tidak membahayakan bagi Pancasila.
3)
Kesadaran
berbangsa dan bernegara. Kepedulian
masyarakat kota terhadap sesama sudah mulai berkurang, maraknya pelanggaran
hukum oleh sebagian masyarakat, elit politik maupun aparat pemerintah menyebabkan
sulitnya penegakkan hukum.
4)
Kerelaan
berkorban untuk negara. Belum
dimengertinya bahwa pembelaan negara merupakan kewajiban setiap warga negara. Sebagai contoh dalam kasus kejahatan,
terorisme untuk menangkap para pelaku sangat sulit karena masyarakat
beranggapan bahwa hal ini tugas TNI dan Polri.
b.
Direktur
Jenderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan (Dirjen Pothan Dephan) Bambang
Murgiyanto, M.Sc. saat membuka Penataran Tenaga Inti Pendidikan Pendahuluan
Bela Negara (Targati PPBN) bagi partai politik (Parpol) Tingkat Pusat TA. 2003
menyatakan bahwa situasi penuh konflik yang terjadi di tanah air saat ini
menunjukkan adanya penipisan terhadap rasa cinta tanah air, menurunnya jiwa
patriotisme, melunturnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Hal itu menunjukkan indikasi merosotnya budaya
tentang bela negara di berbagai lapisan masyarakat.
c.
Kolonel Ctp. Drs. Juni
Suburi melalui naskah “Konsepsi Bela Negara dan
Ancaman Keutuhan Wilayah Kedaulatan RI”, menyatakan bahwa perubahan nilai-nilai
budaya bangsa Indonesia karena dampak globalisasi. Kemajuan teknologi diberbagai bidang seperti
komunikasi, informasi sangat berpengaruh terhadap aspek sosial yang mencakup
tata nilai dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi
yang masuk dari luar membawa nilai-nilai tertentu yang secara langsung atau
tidak akan bersinggungan dengan nilai-nilai yang sudah ada yang pada akhirnya
akan mempengaruhi dan merubah tata nilai yang sudah menjadi identitas maupun
pedoman kehidupan bangsa Indonesia. Saat
ini muncul berbagai konflik sosial dan pada titik kulminasi dengan timbulnya
ancaman disintegrasi bangsa.
Dari beberapa pernyataan tersebut diatas kiranya perlu
dijadikan pemikiran bersama seluruh komponen bangsa Indonesia pada umumnya dan
TNI pada khususnya dalam bentuk analisa secara komprehesif dengan melibatkan
seluruh komponen bangsa. Ada beberapa
pertanyaan yang perlu mendapatkan jawaban yang tepat, agar sebagai anggota TNI
kita dapat memahami dan meningkatkan semangat bela negara seluruh rakyat Indonesia dalam
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain
adalah sejauh mana nilai-nilai kualitatif semangat bela negara yang dimiliki
bangsa Indonesia saat ini?, bagaimana keterkaitan antara semangat bela negara
dengan karakter bangsa?, apakah nilai-nilai cinta tanah air bangsa Indonesia
sudah hilang?, bagaimana pengaruh globalisasi terhadap semangat bela negara
bangsa Indonesia?. Pada beberapa kasus
yang berkaitan dengan rasa cinta tanah air, dapat dijadikan referensi bahwa
nilai-nilai bela negara dan rasa cinta tanah air bangsa Indonesia tidaklah
luntur, permasalahannya adalah bagaimana kita dapat membangkitkan rasa cinta
tanah air tersebut dengan benar. Contoh
kasus yang berkaitan dengan semangat bela negara antara lain:
1)
Kasus klaim perairan Ambalat oleh
Pemerintah Malaysia dan pelanggaran wilayah oleh kapal-kapal perangnya. Kasus ini telah menggelorakan demontrasi
yang sangat panas dengan slogan klasik "Ganyang Malaysia". Setelah
beberapa waktu lalu tentara Malaysia melakukan provokasi dengan menganiaya
beberapa pekerja Indonesia yang sedang membangun menara Karang Unarang dan
kapal Malaysia beberapa kali masuk kawasan terluar pulau Indonesia di Laut
Sulawesi itu, maka terjadi gejolak yang sangat mengkhawatirkan stabilitas
kawasan. Dukungan rakyat Indonesia
terhadap pemerintah untuk "menyelesaikan" kasus Ambalat sangat besar.
Terbukti, selain kegiatan demontrasi
berkali-kali, baik di jalan-jalan seluruh kota di Indonesia maupun di depan
kantor Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Beberapa kelompok masyarakat bahkan sudah
membuka "pos sukarelawan" untuk "mempertahankan" Ambalat
dari "caplokan" Malaysia. Yang
menarik, puluhan relawan di Solo Jawa Tengah, bahkan sudah berlatih
"kesaktian dan olah kanuragan", untuk mempersiapkan diri menghadapi
Malaysia. Meski naif, semangat sebagian
masyarakat itu layak dihargai. Mereka
tidak menyadari bahwa “Blok Ambalat” sesungguhnya adalah wilayah perairan yang
tidak mungkin diduduki secara fisik dihadapi dengan perang kesaktian (adi daya).
2)
Sengketa Sipadan
dan Ligitan. Adalah
persengketaan Indonesia dan Malaysia atas
pemilikan terhadap kedua pulau yang
berada di Selat Makassar yaitu Pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52.86″N / .
118.6287556°E / dan Pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan
koordinat: 4°9′N 118°53′E / 4.15°N
118.883°E / . Sikap
Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun
akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah
Internasional (MI). Persengketaan
antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam
pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata
memasukkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan
tetapi ternyata langkah-langkah kedua Negara berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang
dikelola pihak swasta karena memahami status
quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai,
sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status
kedua pulau tadi tidak boleh ditempati atau diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini
selesai.
Pada tahun 1998
masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke Mahkamah
Internasional, kemudian pada hari Selasa, 17
Desember 2002 Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan
Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu,
Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara
hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia.
Dari 17 hakim itu, 15 merupakan
hakim tetap dari Mahkamah Internasional, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan
satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan
Malaysia telah menimbulkan reaksi yang sangat keras
oleh rakyat Indonesia yang merasa bahwa hak miliknya telah dirampas oleh bangsa
lain, sehingga menimbulkan
berbagai kecaman terhadap cara diplomasi yang diterapkan Pemerintah Indonesia
dalam mempertahankan wilayah kedaulatannya.
3)
Klaim
terhadap budaya Indonesia. Ribuan orang dari berbagai kota di Indonesia
melakukan demonstrasi dan menyatakan sikap menentang klaim Malaysia terhadap
sejumlah seni budaya Indonesia. Rakyat menganggap Pemerintah Indonesia sangat lamban
dalam menanggapi klaim Negara lain terhadap berbagai budaya yang jelas-jelas
milik bangsa Indonesia. Kondisi ini selalu
berulang-ulang dan bernuansa penggeloraan semangat bela negara yang tidak
terarah dan malah menjadi kontra produktif bagi Pemerintah Indonesia di mata
anggota ASEAN maupun dalam hubungan politik global.
4.
PEMBELAAN NEGARA YANG
DIHARAPKAN. Ditinjau
dari nilai-nilai semangat bela negara, pada dasarnya ada beberapa nilai-nilai yang
diharapkan, antara lain:
a.
Memiliki
kecintaan terhadap tanah air, diaplikasikan dalam bentuk:
1)
Mengenal, memahami dan
mencintai wilayah nasional.
2)
Tidak
berpola hidup konsumtif.
3)
Menjaga tanah dan pekarangan serta seluruh ruang wilayah Indonesia.
4)
Melestarikan dan
mencintai lingkungan hidup.
5)
Memberikan
kontribusi pada kemajuan bangsa
dan negara.
6) Menjaga nama baik
bangsa dan negara serta bangga
sebagai bangsa Indonesia.
7) Siap membela tanah air terhadap ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan yang membahayakan
kelangsungan hidup bangsa serta negara, dari manapun
dan oleh siapapun.
b.
Kesadaran
akan kehidupan berbangsa dan bernegara, diaplikasikan
dalam bentuk :
1) Selalu
menjaga kerukunan menjaga persatuan dan kesatuan mulai dari lingkungan terkecil atau keluarga, lingkungan masyarakat,
lingkungan pendidikan dan
lingkungan kerja.
2)
Mencintai budaya
bangsa dan produksi dalam negeri.
3)
Mengakui,
menghargai dan menghormati bendera merah putih.
4)
Mengakui,
menghargai dan menghormati
lambang
negara.
5)
Mengakui,
menghargai dan menghormati lagu kebangsaan Indonesia Raya.
6) Menjalankan
hak
dan kewajiban sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
7)
Mengutamakan
kepentingan bangsa di atas kepentingan.
pribadi, keluarga, kelompok dan golongan.
pribadi, keluarga, kelompok dan golongan.
c.
Keyakinan
kepada
Pancasila sebagai ideologi negara, diaplikasikan dalam bentuk:
1)
Memahami hakekat
atau nilai yang
terkandung dalam Pancasila.
2) Melaksanakan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
3)
Menjadikan
Pancasila sebagai pemersatu bangsa
dan negara serta yakin pada kebenaran Pancasila sebagai ideologi negara.
d.
Kerelaan
berkorban
untuk bangsa dan negara, diaplikasikan
dalam bentuk:
1)
Bersedia
mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk kemajuan bangsa dan negara.
2)
Kesiapan
mengorbankan
jiwa dan raga demi membela bangsa dan
negara
dari berbagai ancaman
serta berpastisipasi aktif dalam pembangunan
masyarakat,
bangsa dan negara.
3)
Gemar membantu
sesama warga negara yg mengalami
kesulitan.
4)
Yakin dan percaya bahwa
pengorbanan untuk bangsa dan negara
tidak sia-sia.
5) Memiliki kemampuan
awal bela negara secara psikis dan fisik. Secara psikhis, yaitu memiliki kecerdasan emosional, spiritual serta
intelegensia, senantiasa memelihara jiwa dan raganya serta memiliki sifat-sifat disiplin, ulet, kerja keras dan
tahan uji. Sedangkan secara fisik yaitu memiliki kondisi
kesehatan, keterampilan jasmani untuk mendukung kemampuan awal bina secara
psikis dengan cara gemar berolahraga dan senantiasa menjaga kesehatan.
5.
ANALISA TERHADAP SEMANGAT
BELA NEGARA DAN PERAN TNI.
a.
Keterkaitan Antara Semangat
Bela Negara dan Karakter Bangsa.
Ketahanan Nasional (National Resilience) pada hakekatnya
merupakan tingkat peradaban suatu bangsa yang tidak hanya dapat diukur atas
dasar parameter kemampuan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, dan
pendapatan perkapita suatu bangsa, tetap juga ditentukan oleh kondisi sosial
politik, pernghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, demokrasi dan demokratisasi,
tingkat kemiskinan, keunggulan komparatif dan kompetitif, kemajuan pendidikan
dan ilmu pengetahuan serta yang tidak kalah pentingnya adalah semangat bela negara
yang dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat yang berkarakter kuat.
Karakter merupakan dorongan
pilihan untuk menentukan yang terbaik dalam hidup. Karakter sebuah bangsa
terbangun dari tingkah laku kehidupan masyarakat bangsa tersebut yang
berkarakter dalam keluarga, lingkungan kerja, dalam masyarakat serta dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Karakter bangsa Indonesia yang utuh adalah seperti yang telah digali
dan dikristalisasi oleh para pendiri bangsa (founding
father) dari khasanah Bumi Pertiwi sebagai cermin tata nilai kehidupan
bangsa Indonesia yang luhur dan adi
luhung. Tata nilai tersebut telah ditampilkan
dalam sila-sila Pancasila yang sangat agung, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan serta
Keadilan Sosial Bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada era reformasi yang sarat akan keterbukaan dan
tuntutan hak individu maupun kebebasan yang tidak terkendali, akhir-akhir ini
dapat dilihat bahwa bangsa Indonesia telah mengedepankan kekerasan anarkis (basic instinct), saling curiga, tidak
beretika dan tidak bermoral serta hanya mementingkan diri sendiri kelompok dan
atau golongan.
Menurunnya karakter dan
jati diri bangsa dapat dilihat secara langsung melalui kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat sehari-hari. Berdasarkan laporan Transparancy International Indonesia (TII, 2008), Indonesia
termasuk salah satu negara dengan tingkat korupsi yang maling parah, begitu
juga laporan Indonesia Corruption Watch (ICW). Saat ini rakyat Indonesia diberi berbagai tontonan
tentang perilaku sebagian pemimpin yang berlaku konsumtif di atas penderitaan sebagian
besar rakyat yang terdampak krisis ekonomi. Kepemimpinan yang telah digariskan
oleh Ki Hajar Dewantara yaitu “leadership
by example” atau “ing ngarso sung
tulodo” (didepan memberi tauladan), sudah sulit ditemukan kembali.
Globalisasi dapat
dimanfaatkan secara positif untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional dan
penegakkan kedaulatan NKRI. Saat ini terjadi berbagai
permasalahan antara yang berhubungan dengan aspek pertahanan negara, misalnya krisis
perbatasan wilayah, masalah disintegrasi bangsa, pemikiran negara federasi,
menurunnya semangat kebhinekaan dan menurunnya rasa nasionalisme serta berbagai
permasalahan sosial. Bangsa Indonesia harus
mampu berdiri tegak sebagai bangsa yang berdaulat, sekaligus mampu merespons
dan mengantisipasi perubahan lingkungan global dengan memperhatikan kepentingan
nasional. Tetap tegaknya NKRI
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta terjaminnya kelancaran dan keamanan
pembangunan nasional yang berkelanjutan merupakan hal yang mutlak, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya bela negara”. Seluruh warga negara Indonesia wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan Negara, semangat
bela negara warga negara RI perlu diupayakan dan dibina agar siap didayagunakan
untuk menjaga tetap tegaknya NKRI, memberikan dukungan kepada TNI dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara serta dapat menangkal pengaruh negatif
globalisasi. Karakter bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila akan dapat
mengarahkan sikap positif semangat bela negara yang dimiliki seluruh rakyat
Indonesia menuju tujuan nasional sebagai bangsa yang berdaulat.
Gambar. Keterkaitan karakter dengan semangat bela negara
Keterkaitan antara jati diri individu,
karakter bangsa menibulkan tampilan pemikiran semangat bela negara yang positip
dapat dilihat pada gambar, dimana jati diri yang berawal dari fitrah manusia
yang mengandung sifat-sifat dasar merupakan potensi yang dapat dikembangkan
secara maksimal. Semakin baik kita mengasah
jati diri maka akan semakin kuat jati diri sebagai manusia Indonesia yang
berbudaya dan bersifat gotong royong dan toleransi. Jati diri tersebut akan
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan luar maupun di dalam. Pengaruh lingkungan
terhadap jati diri pribadi, keluarga, lingkungan, wilayah dan selanjutnya
nasional, akan menghasilkan karakter yang tercermin pada tingkah laku
sehari-hari bermasyarakat dan bernegara. Karakter bangsa pada dasarnya akan membentuk
dan mengarahkan semangat bela negara seluruh lapisan rakyat Indonesia yang mempunyai
rasa cinta tanah air, sadar akan berbangsa dan bernegara, yakin kepada Pancasila sebagai
ideologi negara
serta rela adalah berkorban untuk bangsa dan negara.
b.
Hasil Jajak
Pendapat Harian Kompas tentang Kepemimpinan Gaya TNI[13]
Berdasarkan
artikel harian Kompas Hari Senin, 3 Oktober 2011, pada halaman 5 tentang “Politik
dan Hukum”, telah dilaksanakan jajak pendapat tentang kepemimpinan gaya TNI. Dengan
peran posisi TNI yang tetap menjaga jarak dengan politik praktis pascareformasi,
telah menghasilkan opini positif dalam bentruk citra yang baik ditengah
lemahnya pandangan terhadap lemnbaga-lembaga negara lain.
Jajak pendapat dilaksanakan dengan
jumlah resoponden 854 orang dengan sampling error = + 3,4 %, mendapatkan
hal-hal penting yang sangat positif terhadap peran TNI, meliputi:
1)
Menurut masyarakat yang diwakili oleh responden, Citra TNI pata tahun Medio tahun 2011 sudah
makin baik (sebesar 72,2%), hal ini sangat positif mengingat pada tahun
2007 citra TNI masih sebesar 58%.
2)
Berdasarkan pertanyaan “menurut anda, masih diperlukan
atau sudah tidak diperlukan lagikah kepemimpinan militer untuk menduduki
jabatan-jabatan publik di Indonesia saat ini, 72,5% responden menyatakan masih
diperlukan, 23,8% tidak diperlukan lagi dan 3,7% menyatakan tidak tahu.
3)
Sebanyak 52,3% responden setuju bahwa TNI sudah melakukan
reformasi internal dengan benar, 40,2% tidak puas dan 7,5% tidak tahu.
c.
Analisa Menggunakan Metoda Survei.
Dari beberapa kasus yang
terjadi kiranya perlu diketahui sejauh mana semangat bela negara yang dimiliki
masyarakat Indonesia saat ini, apakah semangat bela negara tersebut telah
didukung oleh karakter bangsa yang menjunjung nilai-nilai sebagai bangsa dunia
yang berdaulat. Tidak kalah pentingnya adalah untuk mengetahui sejauh mana peran
TNI yang harus dilaksanakan dalam meningkatkan semangat bela negara bangsa
Indonesia. Peran tersebut dapat dilaksanakan secara internal dalam bentuk
langkah-langkah yang ditempuh di dalam organisasi TNI serta secara
eksternal dalam bentuk langkah-langkah
nyata dan langsung berkaitan dengan aktivitas masyarakat dalam melaksanakan
bela negara.
1)
Pertanyaan
yang berkaitan dengan nilai-nilai semangat bela negara.
Dikaitkan kepada perasaan
cinta tanah air, sebagian besar responden menyatakan hal-hal sebagai berikut:
a)
Hampir
seratus persen responden (98,2%) bangga terlahir sebagai bangsa Indonesia.
Sebanyak 1,8% menyatakan tidak bangga lagi jadi bangsa Indonesia dengan alasan-alasan
tertentu. Hal ini mengisyaratkan
bahwa pada dasarnya sebagian besar masyarakat sangat bangga sebagai bangsa
Indonesia. Nilia ini menjadi dasar kuat bagi kita dalam mempertajam
langkah-langkah untuk meningkatkan semangat bela Negara. Tingginya semangat
bela negara tercermin pada beberapa kasus saat krisis ambalat, klaim budaya
oleh Negara lain dan lain-lain.
b)
Semua
responden (100%) menyatakan siap membela tanah air terhadap ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa serta negara.
Hal ini menyakinkan kepada Pemimpin bangsa bahwa dengan polulasi penduduk nomor
empat di dunia, dipandang dari aspek SDM, bangsa Indonesia memiliki potensi
yang sangat kuat sebagai Negara besar yang berpengaruh di lingkungan regional
maupun global.
c)
Terhadap
pertanyaan tentang bahaya paling besar yang mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia, terjadi pendapat yang beragam, diantaranya:
1)
Terorisme : 16,48%
2)
KKN :
43%
3)
Krisis
kepemimpinan : 21,19%
4)
Separatisme
bersenjata : 10,07%
5)
Pemberontakan
bersenjata : 9,05%
6)
Bencana
alam : 0,2%
7)
Lain-lain : 0,01%
Dari nilai kuantitatif
pendapat responden, menyatakan bahwa bahaya yang paling besar adalah berkaitan
dengan salah satu nilai yang berhubungan karakter bangsa yaitu korupsi, kolusi
dan nepotisme. Bahkan dari golongan responden pelajar dan mahasisma mengganggap
bahwa terorisme bukanlah bahaya terbesar yang mengancam bangsa Indonesia.
2)
Dikaitkan
dengan pertanyaan yang berhubungan dengan kesadaran akan berbangsa dan
bernegara, ada enam pertanyaan dimana masing-masing mengandung pokok-pokok
kesadaran masyarakat dalam kehidupan bernegara, diantaranya:
a)
Sebagian
besar responden menganggap bahwa rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
saat ini kurang kuat (67,1%)
selanjutnya 32,9% menganggap kuat. Hal ini
mengisyaratkan bahwa ada perasaan kekurang percayaan sebagian besar masyarakat
Indonesia terhadap persatuan bangsa, contohnya adalah adanya berbagai konflik
horisontal di seluruh wilayah tanah air yang sering terjadi.
b)
Seratus
persen responden menyatakan mencintai budaya asli bangsa Indonesia, dengan
keaneka ragaman budaya, menjadi salah satu modal untuk meningkatkan semangat
bela negara.
c)
Dengan
masuknya berbagai produk luar negeri, walaupun sebagian besar bangsa Indonesia
mencintai produk
dalam negeri (87,9%) namun pada kehidupan sehari-hari masyarakat terbiasa dengan
menggunakan produk negara asing, walaupun industri dalam negeri sudah
membuatnya.
d)
Rasa
kebangsaan rakyat Indonesia dalam menjalankan
hak
dan kewajiban sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas
kepentingan pribadi, keluarga
dan golongan
saat ini mengalami penurunan. Sebanyak 67% responden menganggap rasa kebangsaan
rakyat Indonesia kurang kuat. Hal ini perlu dijadikan perhatian khusus.
e)
Dengan
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung pada April tahun 2009,
sebagian besar merasa percaya terhadap Pemerintah saat ini (59,3%), 8,8% percaya
sekali dan sebagian kecil (31,9%) kurang percaya.
f)
Terhadap
patrisipasi responden pada setiap proses demokrasi, sebanyak 40,5% mengaku aktif, sedangkan 59,5% mengaku tidak tertarik untuk
aktif dalam setiap proses pelaksanaan demokrasi di negeri ini. Perlu adanya
upaya secara sistematis untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi
masyarakat dalam berdemokrasi.
3)
Nilai
ketiga dalam butir rasa cinta tanah air adalah keyakinan kepada
Pancasila sebagai ideologi negara.
Dari tiga pokok pertanyaan, hampir terjadi kesepahaman dalam menjawab
pertanyaan.
a)
Terhadap
pertanyaan keyakinan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila merupakan jati diri bangsa Indonesia, sebanyak 90,01% menyatakan
kebenaran nilai-nilai sila Pancasila sebagai jati diri, 6% tidak percaya,
sedangkan 3,99% tidak tahu.
b) Sebanyak
94,5% responden meyakini bahwa Pancasila merupakan pemersatu bangsa dan negara serta yakin pada kebenaran
Pancasila sebagai ideologi
negara.
c) Sebagian
besar responden (89%) menganggap bahwa Pancasila merupakan jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia, artinya Pancasila lahir bersama dengan lahirnya bangsa Indonesia dan merupakan ciri khas bangsa
Indonesia dalam sikap mental maupun tingkah lakunya, sedangkan 11% tidak setuju.
4)
Pemahaman
tentang nilai kesediaan rela berkorban bagi bangsa dan negara, meliputi aspek
pengorbankan waktu, tenaga,
pikiran dan jiwa raga demi membela
bangsa dan negara serta berpartisipasi aktif
dalam pembangunan.
a)
b)
Sebanyak
74,7% responden merasa berpartisipasi aktif
dalam pembangunan masyarakat,
bangsa dan negara
sedangkan 25,3%
tidak berperan
aktif.
c)
Terhadap
keyakinan dan kepercayaan bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negara tidak sia-sia, responden yang merasa sangat yakin
26,3%, sebanyak 58,4% responden merasa yakin, sebaliknya
15,3% mengatakan tidak yakin bahwa pengorbanannya bagi bangsa tidak sia-sia.
5) Pertanyaan
yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam karakter bangsa Indonesia:
a)
Terdapat
hal menarik yang perlu dicermati, mengingat sebagian besar responden (72,5%)
merasa bahwa bangsa Indonesia saat ini telah
kehilangan karakter dan jati diri, sedangkan yang tidak setuju adalah 27,5%, sisanya tidak tahu.
b)
Permasalahan
utama yang menjadi penyebab penurunan karakter bangsa adalah :
1)
Krisis
kepemimpinan : 28,5%
2)
Krisis
keteladanan : 7,6%
3)
Globalisasi : 16,4%
4)
KKN : 30,7%
5)
Krisis
ekonomi : 12%
6)
Lain-lain : 4,8%
Ada hal yang menjadi sorotan utama
berkaitan dengan aspek penurunan karakter bangsa dan yang berperan mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme.
Unsur kedua yang berpengaruh terhadap penurunan karakter bangsa adalah krisis
kepemimpinan. TNI yang mempunyai kualitas kepemimpinan yang baik perlu
berpartisipasi secara maksimal.
c)
Globalisasi
dan kapitalisme telah mempengaruhi sendi-sendi
yang berkaitan dengan rasa toleransi dan sifat gotong-royong bangsa Indonesia.
Sebagian responden menganggap bahwa sifat kegotong-royongan yang merupakan karakter
bangsa Indonesia sudah mengalami penurunan (87,9%) dan hanya 12,1% yang
menganggap masih tinggi.
d)
Dihadapkan
pada aspek kesetaraan, 36,2% responden menganggap bahwa tingkat
intelijensia bangsa Indonesia lebih rendah
dari bangsa lain sementara 63,8%
responden menganggap bahwa bangsa Indonesia setara kemampuannya bila
dibandingkan dengan negara lain.
Kesimpulan yang berkaitan dengan hasil survei yang
dilaksanakan antara Januari 2011 sampai dengan April 2011, meliputi:
a.
Sebagian besar rakyat
Indonesia bangga terlahir jadi WNI serta bersedia berkorban bagi bangsa dan
negara, namn permasalahan yang menjadi perhatian adalah KKN, krisis
kepemimpinan serta terorisme.
b.
Sebagian
besar responden menganggap bahwa rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
saat ini kurang kuat, mencintai budaya bangsa, namun sebagian besar menilai
bahwa rasa kebangsaan akhir-akhir ini sangat menurun. Yang mengkhawatirkan adalah bahwa 59,5% responden mengaku tidak tertarik untuk
aktif dalam setiap proses pelaksanaan demokrasi.
c.
Lebih dari 90% responden menyatakan kebenaran nilai-nilai sila
Pancasila sebagai jati diri, pemersatu dan merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.
d.
Sebagian
besar responden (85,7%) bersedia untuk berkorban waktu, tenaga, pikiran dan jiwa raga demi bangsa
dan Negara, namun 58,4% responden tidak yakin bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negara tidak sia-sia.
e.
Terdapat
hal menarik yang perlu dicermati, mengingat sebagian besar responden (72,5%)
merasa bahwa bangsa Indonesia saat ini telah
kehilangan karakter dan jati diri, yang
diakibatkan oleh KKN dan krisis kepemimpinan. Sebagian responden menganggap bahwa
sifat kegotong-royongan yang merupakan karakter bangsa Indonesia sudah
mengalami penurunan (87,9%).
6.
REORIENTASI
PERAN TNI UNTUK MENINGKATKAN SEMANGAT BELA NEGARA.
a.
Kebijakan.
Karakter
manusia secara individu dapat diartikan sebagai sifat yang merupakan kekuatan dari dalam (inner power) yang keluar (inside
out) sebagai daya dorong manusia dalam mewujudkan kebajikan[14].
Karakter adalah hasil dari kebiasaan yang ditumbuhkembangkan
dan dengan sengaja dibangun, ditempa dan dimantapkan. Pembangunan karakter akan
dapat meningkatkan semangat bela negara bangsa Indonesia, sehingga pada
gilirannya akan menumbuhkan ketahanan nasional.
Sistem
pertahanan negara melibatkan seluruh komponen pertahanan negara, yang terdiri
atas komponen utama, komponen cadangan dan komponen pendukung. Pada
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, hanya Tentara
Nasional Indonesia saja yang ditetapkan sebagai komponen utama, sedangkan
cadanganTentara Nasional Indonesia dimasukkan sebagai komponen cadangan[15].
Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan penyelenggaraan negara sesuai dngan aturan
hukum internasional yang berkaitan dengan pembedaan perlakuan terhadap kombatan
dan non kombatan serta untuk penyederhanaan pengorganisasian upaya bela Negara.
Dengan peraturan yang
jelas tersebut maka berdasarkan tugas dalam rangka memberdayakan wilayah
pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan system
pertahanan semesta, maka perlu dilaksanakan reorientasi peran TNI untuk meningkatkan
semangat bela negara. Langkah-langkah nyata yang perlu dilaksanakan TNI
meliputi aspek internal dan eksternal.
Berkaitan
dengan reorientasi peran dalam meningkatkan semangat bela negara dalam rangka
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa, perlu kebijakan umum sebagai
pedoman dalam perumusan strategi yaitu mewujudkan
peran TNI secara aktif dalam memperkuat karakter bangsa sebagai modal dasar pengarah
semangat bela negara, melalui reorientasi secara internal (internal action) organisasi TNI serta peningkatan peran dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara (external
action).
b.
Strategi
1)
Strategi reorientasi
Peran TNI Aspek Internal. Strategi yang harus dilaksanakan TNI dalam meningkatkan
semangat bela negara dalam rangka mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa antara lain dengan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia internal TNI agar siap dalam melaksanakan tugas dan menjaga nama baik
TNI, meningkatkan karakter individu, pempercepat proses reformasi internal dan
penataan hal-hal yang berkaitan dengan perundang-undangan TNI.
2)
Strategi reorientasi
Peran TNI Aspek Eksternal. Strategi
reorientasi peran TNI dalam aspek eksternal bersifat kerjasama dengan institusi
terkait, diantaranya pembuatan Piagam Kesepakatan Bersama (PKB), Perjanjian
Kerja Sama (PKS) dengan Kemdiknas, Kemkominfo dan lain-lain, kerja sama dengan
Perpustakaan Nasional serta sosialisasi tentang berbagai Undang-Undang yang
berkaitan dengan Bela Negara.
c.
Upaya.
1)
Reorientasi
Peran TNI Aspek internal.
a)
Meningkatkan
kualitas karakter individu anggota TNI sesuai karakter bangsa. Berdasarkan
analisa metoda survei maupun keterkaitan antara semangat bela negara, ternyata
penting meningkatkan semangat bela negara melalui upaya mempertahankan jati
diri bangsa Indonesia yaitu Pancasila yang memiliki tiga fungsi utama, yaitu[16]:
(1) Sebagai penanda keberadaan dan
eksistensi bangsa.
(2) Pencerminan kondisi bangsa yang menampilkan
kematangan jiwa, daya juang dan kekuatan bangsa ditengah pusaran kehidupan
dunia modern.
(3) Pembeda dengan bangsa lain.
Untuk mendalami jati diri bangsa,
otomatis setiap anggota TNI harus
selalu menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Karakter
mempunyai peran penting dan sangat menentukan baik dalam kehidupan pribadi
maupun kehidupan berbangsa karena karakter akan menghidupkan harapan dalam
menjalani tugas dan peran di dunia, khususnya di negara Indonesia tercinta.
Pada masa “Orde Lama” maupun “Orde
Baru”, para Pemimpin bangsa telah berusaha meningkatkan semangat bela negara
melalui pembentukan karakter bangsa. Upaya ini ternyata mengalami halangan yang
cenderung bahkan menjadi kontra produktif, pada masa Orde Lama, cenderung diselewengkan
secara politik serta pada masa Orde Baru melalui indoktrinasi Pedoman Pengamalan dan Penghayatan Pancasila (P4) yang
cenderung represif. Kata kunci penyebab tidak efektifnya
pembentukan karakter bangsa adalah unsur “Kepemimpinan”
dan “Keteladanan”. Pada masa
Demokrasi Terpimpin, nilai-nilai luhur pada sila
keempat Pancasila menjadi sirna dikarenakan kepentingan personal, sedangkan
pada masa Orde Baru, telah terjadi penyelewengan terhadap nilai luhur “Dwi
Fungsi ABRI” yang sampai sekarang masih
menimbulkan trauma bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Karakter memiliki peran penting dalam
institusi TNI, karena selain sebagai penjaga wilayah
teritorial negara dari berbagai ancaman yang
berupaya memecah belah dan menghancurkan NKRI, TNI juga merupakan penjaga
kedaulatan Pancasila dan UUD1945. Oleh karena itu, TNI harus mampu menjadi teladan
dalam pembangunan karakter dan jati diri bangsa.
b)
Berdasarkan
hasil analisa jajak pendapat (survei), sebagian besar responden menyatakan
bahwa tiga bahaya paling besar yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia adalah KKN (43%), krisis kepemimpinan (21,19%) dan terorisme
(16,48%). Sebagai anggota TNI yang hidup dalam lingkungan masyarakat modern,
langkah tindak TNI sebagai institusi untuk meningkatkan kualitas karakter
anggotanya antara lain dengan proses
rekrutmen anggota TNI.
Melakukan proses rekrutmen
dan seleksi yang benar merupakan fungsi manajemen yang paling penting dalam
organisasi, tidak terkecuali organisasi TNI.
Tidak ada fungsi lain yang melebihi pentingnya proses ini. Alasan utama
adalah manusia, sebagai salah satu sumber daya dalam organisasi, merupakan
subjek yang berkuasa atas sumber daya yang lain. Sumber daya lain (uang, mesin,
material, metode, informasi dan lain-lain) menjadi objek, baik buruknya
penggunaan sumber daya lain sangat tergantung dari manusia yang mengelolanya.
Jadi tugas utama dan paling pertama dari manajemen adalah memastikan bahwa
orang yang masuk ke dalam organisasi adalah orang yang tepat. Langkah tindak yang
perlu dilaksanakan adalah:
(1) Proses
rekrutmen anggota TNI diharapkan bersamaan dengan pendaftaran mahasiswa
perguruan tinggi sehingga didapat sumber daya manusia yang masih potensial
untuk mengabdi kepada negara dan bangsa melalui TNI.
(2) Proses
rekrutmen anggota TNI harus dilaksanakan secara terbuka dan memanfaatkan
fasilitas IT (ilmu pengetahuan dan teknologi).
(3) Dalam
rangka mendapatkan calon anggota TNI yang berasal dari berbagai daerah dan suku
bangsa, perlu dilaksanakan safari daerah dan adanya kebijakan yang memungkinkan
prioritas terjaringnya putra daerah sebagai calon anggota TNI.
c)
Menempatkan aspek kepemimpinan dan ketauladanan sebagai
salah satu penilaian dan Talent Scouting
maupun usulan pendidikan dan penempatan jabatan Perwira.
d)
Meningkatkan kerja sama antar angkatan dalam rangka
memupuk rasa persaudaraan dan gotong royong.
e)
Melaksanakan kajian terhadap hasil yang dicapai selama
proses Reformasi internal TNI agar penilaian positif yang diberikan rakyat
kepada TNI akan makin dapat ditingkatkan.
f)
Menghidupkan
kembali museum-museum kemiliteran.
g)
Membuka
sarana perpustakaan untuk umum ditempat-tempat yang strategis yang mudah
terjangkau oleh masyarakat dengan menyediakan buku bacaan, gambar-gambar maupun
laboratorium yang dapat menggugah semangat kesadaran bela Negara.
h)
Melaksanakan kegiatan sosialisasi sebagai
berikut:
(1) Sosialisasi tentang UU Komponen
Cadangan.
(2) Mengadakan sosialisasi kepada
seluruh komponen terkait dalam upaya menanamkan bela Negara dengan menggunakan
metoda pendidikan atau edukasi.
(3) Mengadakan penyuluhan kepada seluruh
komponen bangsa, baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
(4) Bekerja sama dengan rumah produksi
untuk membuat sinetron menarik yang mengandung nilai-nilai bela Negara dan
karakter bangsa (contoh beberapa film perjuangan mendapatkan box office yaitu Cut Nyak Dien).
(5) Peningkatan kerja sama industri jasa
kemiliteran yang dapat diberdayakan untuk mendukung kepentingan pertahanan.
(6) Pelibatan komponen cadangan dan
komponen pendukung untuk mendukung pelaksanaan kegiatan latihan bersama TNI.
2)
Reorientasi
Peran TNI Aspek Eksternal.
a)
Melaksanakan dan melanjutkan kerja sama dengan Kementerian
Pendidikan Nasional dan Perguruan tinggi Negeri maupun swasta. Saat
ini Piagam Kesepakatan Bersama (PKB) dan Perjanjian Kerja Sama masih bersifat
umum dan lebih cenderung pada pemanfaatan instruktur dan fasilitas kedua belah
pihak. TNI perlu lebih mendorong agar setiap
lembaga pendidikan di Indonesia selalu memasukkan hal-hal yang berkaitan dengan karakter bangsa dalam mata pelajaran
apapun. Pada era Presiden Soekarno telah
dilaksanakan berbentuk National Character Building dan pada era Presiden Soeharto berupa P4
yang walaupun
bertujuan mulia namun akhirnya kandas
karena persoalan masing-masing. Pada
masa presiden soekarno karena politik, presiden Soeharto karena rendahnya
keteladanan.
b)
Bekerja sama dengan lembaga pendidikan negeri maupun
swasta untuk memasukkan materi Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) setiap strata pendidikan, mulai pendidikan
dasar, menengah dan pendidikan tinggi, karena pada hakekatnya PSPB merupakan
sarana pengenalan dan pemahaman terhadap sejarah bangsa dalam rangka penanaman
semangat kebangsaan dan bela Negara.
c)
Berperan aktif sebagai pendorong dan menyiapkan
kader-kader yang mumpuni untuk siap sebagai pengajar materi pendidikan bela Negara.
d)
Bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional untuk
mewujudkan Mobil Pintar, Kapal Pintar yang dilengkapi dengan buku-buku sejarah
dan yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa dan rasa cinta tanah air.
Pembuatan Kapal Pintar akan segera
diawali dengan kerja sama antar TNI Angkatan Laut dan Direktur Utama PT Bank
Mandiri (Persero) Tbk. yang selanjutnya dioperasikan di wilayah terpencil dan
daerah perbatasan. Metoda seperti ini perlu dikembangkan dengan melibatkan
institusi lain sebagai bagian dari Corporate
Social Responsibility (CSR) masing-masing institusi tersebut.
e)
TNI
melalui media massa, baik media cetak maupun elektronik memberikan edukasi atau
pembelajaran kepada seluruh WNI agar mengerti, menghayati serta yakin untuk
menunaikan hak dan kewajibannya dalam upaya bela Negara sesuai konstelasi
geografis Negara kepulauan demi tegaknya kedaulatan NKRI.
f)
Melibatkan
anggota TNI dalam melaksanakan pendidikan yang berkaitan dengan pembentukan
karakter bangsa yang berdisiplin, toleransi dan semangat kebersamaan. Sejalan
dengan hal tersebut, maka pemaknaan dari karakter positif bangsa harusnya
diarahkan untuk mencapai dua hal pokok di atas. Karakter positif bangsa yang telah dimiliki
oleh bangsa Indonesia, antara lain adalah karakter pejuang. Dalam kaitan ini masyarakat internasional
pun mengakui bahwa dua bangsa pejuang yang berhasil merebut kemerdekaannya
dengan darah di era pasca Perang Dunia ke-2 hanya dua yakni bangsa Indonesia
dan Vietnam. Selanjutnya masih ada lagi karakter
pemberani dan sejumlah karakter positif lainnya. Seluruhnya perlu dimaknai
dalam konteks peningkatan daya saing dan bersifat komplemen (atau non
predatorik).
g)
TNI bekerja sama dengan instansi terkait untuk meningkatkan daya saing. Menurut Michael Porter (1999) dalam bukunya
Daya Saing sebuah Bangsa (The Competitiveness of A Nation), pemahaman
daya saing sebagai salah satu keunggulan yang dimiliki suatu entitas
dibandingkan dengan entitas lainnya sudah menjadi suatu keniscayaan dan telah
mucul semenjak dahulu kala. Daya saing perlu dipahami dalam arti yang sangat
luas. Peran teknologi informasi dan telekomunikasi, menurut Porter, hanya
sebatas mempercepat sekaligus memperbesar peran daya saing dalam menentukan
keunggulan suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya. Makna pembinaan
karakter bangsa di era yang sarat dengan daya saing sekarang ini adalah
menyangkut tiga hal pokok yaitu:
(1) Artikulasi karakter bangsa adalah
mengacu pada tingkat peningkatan kapasitas pengetahuan dari bangsa tersebut
untuk terus melakukan pembelajaran agar semakin meningkat daya saingnya.
(2) Adapun pembinaan karakter bangsa
akan diarahkan agar supaya kapasitas pengetahuan yang terbangun akan
meningkatkan daya saing, dengan kondisi dimana daya saing tersebut akan
memungkinkan adanya kemajuan kolektif atau kemajuan bersama, bukan kemajuan
yang bersifat predatorik atau saling mematikan antara satu dengan lainnya.
h)
Ikut berperan aktif
untuk mensosialisasikan perundang-undangan tentang
penggunaan sumber daya nasional, pembinaan
dan pengelolaan sumber daya nasional (SDN) untuk kepentingan pertahanan Negara.
i)
Berperan aktif dalam rangka menghidupkan kembali Sishankamrata dalam upaya
bela negara. Globalisasi yang akrab
dilatarbelakangi oleh aspek ekonomi telah membawa perubahan tentang cara dan
tujuan perang, cara/tujuan suatu negara dalam menguasai atau menaklukkan negara
lain.
Semula untuk penguasaan teritorial
yang kadangkala berlatar belakang ideologi, telah berubah menjadi penguasaan
ekonomi (sumber daya). Cara perangpun
lebih banyak dilakukan dengan cara non militer dan menyangkut banyak aspek yang
lebih efisien. Namun demikian spektrum
dan kompleksitas ancaman telah jauh melebar dan bersifat multidimensional. Oleh
karenanya Sishankamrata adalah jawaban yang tepat, karena hakekatnya Sishankamrata
adalah pengerahan total seluruh potensi bangsa, tidak hanya militer melainkan
potensi lain menyangkut ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, informasi,
diplomasi dan lainnya dalam upaya bela negara. Landasannya adalah nasionalisme patriotisme,
yaitu kesadaran bela negara yang kuat, tangguh dan sikap pantang menyerah. Namun demikian, dalam perkembangan kekinian
terdapat banyak masalah menyangkut, Sishankamrata tidak saja mengenai
implementasinya tetapi juga termasuk pembiasan filosofi dan makna Sishankamrata.
Kalau hal ini dibiarkan, maka dalam
waktu yang tidak terlalu lama niscaya akan melemahkan sendi-sendi upaya
pembelaan negara, membuat limbung sistem pertahanan keamanan, mengikis
kedaulatan bangsa dan negara, sehingga dapat berujung pada perpecahan bangsa. Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap
pembelaan negara seperti : interpretasi keliru mengatakan “dalam Sishankamrata,
rakyat dijadikan tameng hidup” (kombatan), secara negatif, berimplikasi pada
perumusan dan perubahan undang-undang.
Terjadi penyederhanaan pengertian dalam konteks pemahaman bela negara. Dalam UUD 1945 (asli) pasal 30 ayat (1)
menyebutkan “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara”, tetapi dalam UUD 2002 (hasil perubahan) menjadi : “tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan keamanan”, ini
jelas menyempitkan makna bela negara yaitu hanya pada aspek pertahanan keamanan.
Di samping itu, dalam UU Nomor 3 tahun
2002 tentang Pertahanan Negara, istilah Sishankamrata diganti menjadi Sishanta,
ini berarti terjadi pembelokan dan pembiasan filosofi dan makna fundamental
dari Sishankamrata. Dalam Sishankamrata seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan,
kekuatan, potensi, profesi atau latar belakang keahliannya, dapat digunakan
untuk kepentingan pertahanan guna mendukung implementasi Sishankamrata.
7.
KESIMPULAN DAN
SARAN.
a.
Kesimpulan.
1)
Karakter bangsa Indonesia
sangat berkaitan dengan semangat bela negara. Karekter masing-masing individu
bangsa Indonesia akan menghasilkan karakter bangsa yang kuat dan kokoh sehingga
pada gilirannya akan meningkatkan tekad, sikap dan perilaku yang dijiwai cinta tanah sehingga rela berkorban
demi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Hasil survei
menyatakan bahwa rasa
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia saat ini kurang kuat, rasa kebangsaan
Bangsa Indonesia akhir-akhir ini sangat menurun.
2)
Dengan peran posisi TNI yang tetap menjaga jarak dengan
politik praktis pascareformasi, telah menghasilkan opini positif dalam bentuk citra
yang baik ditengah lemahnya pandangan terhadap lemnbaga-lembaga negara lain. Citra TNI saat ini sudah makin baik
(sebesar 72,2%), hal ini sangat positif mengingat pada tahun 2007 citra TNI
masih sebesar 58%.
3)
Dengan kepercayaan rakyat yang makin besar kepada TNI,
maka perlu peran
TNI secara aktif dalam memperkuat karakter bangsa sebagai modal dasar pengarah
semangat bela negara, antara lain dengan peningkatan
kualitas karakter individu anggota TNI, proses rekrutmen anggota TNI yang
tepat, Sosialisasi
tentang UU Komponen Cadangan serta sosialisasi
komponen terkait dalam upaya menanamkan bela Negara dengan menggunakan metoda
pendidikan atau edukasi.
4)
Reorientasi
Peran TNI Aspek Eksternal antara lain dengan melaksanakan kerja sama institusi terkait
dalam meningkatkan jati diri bangsa, bekerja sama dengan lembaga pendidikan
negeri maupun swasta untuk memasukkan materi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa
(PSPB) setiap strata pendidikan serta berperan aktif dalam rangka menghidupkan kembali Sishankamrata dalam
upaya bela negara
b.
Saran. Perlu
dilaksanakan kajian yang lebih mendalam berkaitan dengan proses reformasi
internal sehingga dapat diketahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai,
langkah-langkah kedepan yang harus dilaksanakan yang bersifat strategis dalam
rangka upaya untuk meningkatkan semangat bela negara dalam
rangka mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa
Jakarta, 6 Oktober 2011
[1] “Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, perubahan pertama, kedua,
ketiga dan keempat” Interaksara hal.51
[2] Fokus Media “Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia” hal. 9
[3] Keputusan Panglima TNI Nomor : Kep/2/I/2007 tanggal 12 Januari 2007
tentang Doktrin Tentara Nasional Indonesia Tri Dharma Eka Karma (TRIDEK) hal.
50
[4] “Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, perubahan pertama, kedua,
ketiga dan keempat”Interaksara hal. 51
[5] Soemarno Soedarsono, “Karakter mengantar bangsa dari gelap menuju
terang” Elex M Komputindo 2009 Hal. 14
[6] “Amandemen Undang-Undang
Dasar 1945, perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat” Interaksara hal. 51
[7] ibid
[8] Fokusmedia “undang-Undang no.34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia” hal. 8
[9] Ibid Hal.9
[10] Fokusmedia “Undang-Undang no.34 Tahun 2004 Ttg Tentara Nasional
Indonesia” hal. 75
[11] Ibid hal.81
[13] Harian Kompas tanggal 3
Oktober 2011, jajak pendapat Kepemimpinan Gaya TNI, Hal 5.
[14] Soemarno
Soedarsono, “Karakter mengantar bangsa dr gelap menuju terang” Elex M
Komputindo 2009 Hal. 55
[15]
Fokusmedia “undang-Undang no.34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia”
hal. 90
[16] Soemarno Soedarsono, “Karakter mengantar bangsa dr gelap menuju
terang” Elex M Komputindo 2009 Hal. 123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar