IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA DALAM UPAYA
PENINGKATAN KETERSEDIAAN BERAS MAMPU
MENINGKATKAN
KETAHANAN PANGAN NASIONAL
1. Pendahuluan.
a.
Latar Belakang Masalah.
Wawasan Nusantara merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945, adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk mencapai tujuan nasional (Tap
MPR Nomor II/MPR/1993 dan Nomor II/MPR/1998 tentang GBHN)[1]. Keberhasilan implementasi Wawasan Nusantara akan
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa yang dijiwai rasa kekeluargaan dan
kebersamaan serta terpeliharanya kesatuan wilayah nasional.
Pangan merupakan
kebutuhan dasar utama manusia, oleh karena itu pemenuhan pangan merupakan
bagian dari hak asasi individu. Saat ini laju pertumbuhan produksi pangan
nasional rata-rata negatif dan cenderung menurun, sedangkan laju pertumbuhan
penduduk selalu positif yang berarti kebutuhan terus meningkat. Berdasarkan
hasil sensus penduduk tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik[2], jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326
jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di perkotaan 49,79%, sedangkan
di daerah pedesaan yang jauh lebih luas areanya, hanya didiami penduduk sebesar
50,21%. Penyebaran penduduk juga masih belum merata antara pulau-pulau besar
yang ada di Indonesia. Kepadatan di pulau Jawa jauh lebih tinggi daripada di
pulau Papua, sementara sentra produksi beras berada di Jawa. Disisi lain
konsumsi penduduk Jawa maupun Papua sama-sama beras.
Ketersediaan beras sebagai komoditas pangan strategis, belum mampu
mewujudkan ketahanan pangan sampai dengan tingkat individu, sehingga Pemerintah
melaksanakan kebijakan-kebijakan diantaranya dengan impor beras. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS), walaupun sejak tahun 2008 produksi beras nasional selalu surplus, tetapi impor
beras terus dilakukan. Sampai bulan Juli tahun 2011[3],
Pemerintah telah melakukan pengadaan beras melalui impor sebanyak 1,57 juta
ton. Beras impor tersebut paling banyak berasal dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton
dengan nilai USD 452,2 juta, dari Thailand sebanyak 665,8 ribu ton dengan nilai USD 364,1
juta.
Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan
beras yang cukup bagi setiap individu masyarakat, dalam arti bahwa setiap
penduduk mampu mengkonsumsi dalam jumlah dan gizi yang cukup. Diharapkan dengan
implementasi Wawasan Nusantara yang merupakan konsepsi
nasional Indonesia dalam peningkatan ketersediaan
beras, akan mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional.
b.
Identifikasi Masalah.
Permasalahan yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan upaya peningkatan
ketersediaan beras, antara lain:
1)
Ketidak-seimbangan antara
pertumbuhan permintaan yang lebih cepat dari pertumbuhan kapasitas produksi
beras nasional.
2)
Luas lahan areal penanaman beras
yang stagnan dan bahkan cenderung terus tergeser pembangunan kawasan pemukiman
dan sentra ekonomi, serta tingkat kesuburan tanah yang cenderung menurun.
3)
Produktivitas tanaman padi yang
masih rendah dan terus menurun.
4)
Kebijakan impor dalam upaya
memenuhi ketersediaan beras masih bersifat sporadis dan tidak tepat waktu dan
sasaran.
5)
Rendahnya produktivitas tanaman padi yang diakibatkan rendahnya penerapan
teknologi budidaya, tingkat kesuburan lahan serta eksplorasi potensi genetik
yang belum optimal[4].
6)
Pengaruh globalisasi telah
merubah cara pandang sebagian masyarakat Indonesia yang kurang menjiwai nilai-nilai
Pancasila dan UUD NRI tahun 1945, maupun terhadap konstelasi
geografis negara Indonesia.
7)
Pola konsumsi masyarakat setempat
yang berubah dari bahan pangan lokal menjadi beras, diakibatkan oleh kebijakan
pada masa lampau.
c.
Rumusan Pokok
Masalah.
Pokok-pokok masalah
yang berkaitan dengan implementasi Wawasan Nusantara dalam upaya pemenuhan ketersediaan beras, antara lain ketersediaan beras masih belum mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional,
yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara supply and demand serta luas lahan pertanian padi yang cenderung
menyempit, produktivitas tanaman padi masih rendah, diakibatkan oleh rendahnya penerapan teknologi budidaya, menurunnya tingkat kesuburan lahan pertanian
serta eksplorasi potensi tanaman pangan yang masih belum optimal, kebijakan yang berkaitan dengan kemandirian pangan
terutama beras sebagai komoditi strategis masih sektoral dan belum berpihak
kepada kepentingan rakyat dan petani, serta cara pandang sebagian masyarakat Indonesia yang masih belum menganut geopolitik
Indonesia sebagai negara kepulauan dan nilai-nilai nasionalnya, yaitu Pancasila
dan Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945.
2.
Pembahasan.
a.
Ketahanan Pangan
Nasional Saat Ini.
Pangan
adalah kebutuhan fisiologis, yang merupakan kebutuhan paling mendasar setiap
bangsa di dunia. Disisi lain ketahanan
pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas sub sistem ketersediaan,
distribusi dan konsumsi. Kinerja dari masing-masing subsistem tercermin dalam
hal stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat terhadap pangan, serta
pemanfaatan pangan (food utilization) termasuk pengaturan menu dan
distribusi pangan.
Pada tahun 1987, World Commision on Environment and
Development (WCED) menyerukan perhatian pada masalah besar dan tantangan
yang dihadapi pertanian dunia, jika kebutuhan pangan saat ini dan mendatang
harus terpenuhi, dan perlunya suatu pendekatan baru untuk pengembangan
pertanian, dan pada beberapa tahun terakhir ini perhatian dunia terhadap
ketahanan pangan dirasakan semakin meningkat, oleh karena pangan merupakan
kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan
jumlah penduduk dunia. Definisi ketahanan pangan oleh PBB adalah tersedianya
pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah dan
mutu pada setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif[5]. Berdasarkan
Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau[6].
b.
Permasalahan Ketersediaan
Beras Nasional.
Beras merupakan salah
satu komoditas pangan strategi dan penting dalam perekonomian Indonesia.
Masalah perberasan merupakan masalah yang sangat komplek, kebijakan Pemerintah
dalam meningkatkan produksi pangan secara nasional, dengan sasaran utama
tercapainya swasembada beras, namun pada pelaksanaannya sangat rentan terhadap
faktor-faktor eksternal, seperti iklim, serangan hama, gejolak pasar dan faktor
internal seperti keterbatasan dalam peningkatan produktivitas, luas lahan dan
lain-lain.
Pada aspek lahan
pertanian, ada indikasi kuat bahwa lahan-lahan sawah subur semakin menyusut,
yang disebabkan berbagai kepentingan industri dan perumahan. Walaupun ada Keppres
No 32 tahun 1992 tentang larangan pengalihan fungsi lahan irigasi teknis di
Pulau Jawa, namun tetap gagal mencegah proses konversi lahan-lahan irigasi
tersebut. Akibatnya produksi beras nasional turun drastis, terbukti di tahun
1989 kita telah mengimpor beras sebesar 464.449 ton bahkan jumlah impor beras
menjadi sangat spektakuler, yakni sebesar 5,8 juta ton pada tahun 1998[7].
Penyusutan luas areal lahan sawah potensial seperti yang terjadi di sepanjang
Jalur pantura Jabar dan Banten, diduga mencapai 60.000 ha/tahun, juga turut menyumbangkan
peran signifikan terhadap besarnya kesenjangan tersebut, sementara itu alih
fungsi sawah untuk perumahan sebesar 58,7%, terjadi di sebagian besar wilayah pulau
Jawa. Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional, laju konversi lahan antara tahun
1999-2002, rata-rata 110.000 hektar/tahun.
Proyeksi
kebutuhan beras dalam negeri sebagai pangan pokok (principal food) masyarakat, semakin lama akan terus meningkat. Diperkirakan
hingga tahun 2014, kebutuhan beras dalam negeri terus meningkat, seiring dengan
pertumbuhan penduduk, yang diperkirakan akan mencapai 253 juta jiwa pada tahun
2014 (asumsi laju pertumbuhan 1.49%/tahun)[8]. Saat
ini dari seluruh negara di Asia Tenggara, Indonesia satu-satunya negara yang
masih melakukan impor dan tidak pernah mengekspor beras. Bangsa Indonesia
semakin jauh tertinggal dengan Vietnam yang terus mampu mengekspor berasnya, yang
bahkan lebih tinggi dibanding Thailand. Data tersebut menunjukkan bahwa sejak
pencapaian swasembada beras tahun 1984, produksi beras nasional terus mengalami
penurunan.
Konsep
ketahanan pangan (food security) mengandung
pengertian yang lebih luas bila dibandingkan konsep swasembada pangan, yang
hanya berorientasi pada aspek fisik bahan pangan. Ketahanan pangan mengandung
dua unsur pokok, yaitu:
1)
Ketersediaan pangan.
2)
Aksebilitas masyarakat terhadap pangan.
Apabila
salah satu aspek diatas tidak terpenuhi, maka ketahanan pangan suatu negara dapat
disebut belum baik. Ketahanan pangan tidak saja di tingkat desa, namun juga harus sampai ke tingkat rumah tangga
pedesaan yang tentunya mencakup fungsi tempat, ruang, waktu, dan lebih penting
adalah upaya memperkuat strategi ketahanan pangan nasional.
Ketersediaan
pangan sesungguhnya pula merupakan tulang punggung ketahanan nasional. Tanpa
pangan yang cukup dan bergizi, generasi peneruspun akan lumpuh secara perlahan.
Dilain pihak, ketergantungan pangan pada negara lain, akan berdampak negatif pada
tataran hidup sosial, yaitu Pancagatra (ideologi, ekonomi, sosial, politik dan
pertahanan keamanan). Jumlah penduduk
yang besar ibarat pisau bermata dua, disatu sisi dapat menjadi sumber daya bagi
berkembangnya sektor pertanian, yang lebih tangguh dan berdaya saing tinggi.
Namun disisi lain, dapat menjadi sumber pemicu kerawanan sosial ketika
kebutuhan pokok terhadap pangan tidak tercukupi dengan baik.
Produksi beras menjadi masalah yang serius apabila tidak
ditangani dengan baik. Beras merupakan makanan pokok bagi bangsa Indonesia
sehingga sangat berpengaruh terhadap ketahanan nasional, sehingga intervensi Pemerintah
sangat diperlukan untuk mengatasinya, karena
menyangkut kepentingan produsen dan konsumen yang kedua-duanya harus
dilindungi.
c. Implementasi
Wawasan Nusantara Dalam Upaya Peningkatan
Ketersediaan Beras Mampu Meningkatkan
Ketahanan Pangan Nasional.
Implementasi adalah tindakan-tindakan
yang dilakukan pihak-pihak yang berwenang
atau berkepentingan, baik Pemerintah maupun
swasta, yang bertujuan untuk mewujudkan
cita-cita atau tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya, karena pada
dasarnya setiap rencana yang ditetapkan memiliki tujuan atau
target
yang hendak dicapai. Implementasi Wawasan Nusantara dilakukan melalui
sosialisasi, yaitu penanaman
nilai-nilai dengan beberapa cara, baik formal, nonformal, maupun
informal. Wujud nyata dari implementasi konsepsi
Wasantara tercermin pada implikasinya di dalam kehidupan nasional, baik dalam
realita kehidupan nasional maupun dalam fenomena kehidupan nasional yang sesuai
dengan dasar pemikiran
atau dimensi pemikiran Wasantara, yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Implikasi konsepsi
Wasantara dalam fenomena kehidupan nasional berkaitan dengan perannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional dan tujuan nasional, harus selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah[9]. Wujud
implementasi konsepsi Wasantara dalam upaya peningkatan ketersediaan
beras, antara lain:
1)
Peningkatan kesadaran, paham dan semangat kebangsaan dalam upaya mewujudkan
ketersediaan beras. Kapasitas produksi beras nasional yang tidak
sebanding dengan jumlah penduduk, serta luas lahan pertanian padi yang
cenderung menyempit, akan memunculkan berbagai permasalahan antara lain
menurunnya semangat kebersamaan, kegotong-royongan serta semangat saling
membantu dalam koridor kebangsaan. Kondisi semangat Kebangsaan atau nasionalisme suatu
bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam
menghadapi berbagai masalah, termasuk ketersediaan pangan, mengingat masalah ketahanan pangan sangat berkaitan erat
dengan stabilitas ekonomi, terutama aspek inflasi, biaya hidup masyarakat serta
stabilitas politik. Dengan peningkatan kesadaran,
paham dan semangat kebangsaan dalam mewujudkan ketersediaan beras, maka
diharapkan terwujud rasa kebersamaan, kegotong-royongan dan rasa keadilan, melalui:
a)
Mengedepankan keserasian, keselarasan, dan keharmonisan hidup bermasyarakat. Implementasinya antara lain dengan memberikan subsidi teknologi kepada petani secara adil dan menyesuaikan
kearifan lokal, pemilihan tanaman padi varietas unggul, benih dan pupuk yang
bermutu serta mekanisme pasca panen yang sesuai daerah setempat, serta pendampingan
penyuluh kepada petani dan masyarakat yang bergiat pada aspek produksi pangan
nasional, terutama beras.
b)
Mengutamakan kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan. Implementasi wawasan nusantara berkaitan dengan
ketersediaan beras adalah dengan pengaturan manajemen air,
antisipasi kekeringan, pengendalian hama, serta meminimalkan penyusutan pasca
panen sehingga tidak terjadi konflik horizontal maupun vertikal.
c)
Kerelaan berkorban untuk
kepentingan bangsa dan negara, antara lain diwujudkan dengan kerelaan apabila
lahan yang dimilikinya diperlukan untuk kepentingan distribusi bahan pangan,
dalam bentuk pembukaan sarana transportasi, dengan tidak mensyaratkan ganti
rugi yang berlebihan.
d)
Mengedepankan sikap berkeadilan sosial
dalam hidup berbangsa dan bernegara serta menjunjung
tinggi nilai-nilai persatuan, persaudaraan, kebersamaan, dan keharmonisan
dengan sesama. Implementasi wawasan nusantara adalah kolaburasi antara
Pemerintah dan DPR untuk segera merevisi
Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, agar sesuai dengan kebutuhan
ketahanan pangan yang tidak hanya sampai aspek keluarga saja tetapi sampai
kepada aspek individu.
2) Peningkatan rasa
cinta tanah air dan kerelaan berkorban. Dihadapkan pada aspek
pemanasan global, saat ini para pemimpin dunia menyadari adanya ancaman krisis pangan, air bersih serta
keterbatasan dalam pemenuhan energi. Diperkirakan akan terjadi perseteruan antar negara, bukan hanya diakibatkan oleh
perebutan
minyak, tetapi
juga berebut pangan dan air. Krisis pangan bisa terjadi
karena konsumsi beras sebagai komoditas strategis pangan yang masih tinggi. Untuk menggenjot produksi
beras, diperlukan
luasan tanah yang memadai. Ironisnya sekarang luas pertanian tidak lebar bahkan
cenderung menyusut karena alih fungsi lahan, disisi
lain kebutuhan beras terus melonjak. Keberadaan airpun berperan strategis dalam
mendukung kemandirian pangan antara lain dengan pembangunan waduk-waduk. Implementasi
wawasan nusantara dalam aspek kecintaan tanah air dan kerelaan berkorban terhadap
ketersediaan pangan, antara lain:
a)
Pemerintah perlu mendorong perbaikan sarana irigasi. Sebagian besar areal
irigasi berada pada kewenangan
Pemerintah Daerah, sementara alokasi APBD sangat terbatas sehingga perlu
diterbitkan aturan
yang lebih terperinci setingkat Keppres. Pedoman pengelolaan air
ini, merupakan turunan dari pelaksanaan UU No.7 tahun 2004 tentang sumber daya
air.
b)
Masyarakat perlu diberikan penyuluhan, pendekatan apabila
tanah maupun rumahnya diperlukan untuk dibangun waduk maupun sarana irigasi
lainnya dengan ganti rugi yang tidak berlebih-lebihan. Perlu kepemimpinan,
keteladanan serta kearifan pemimpin lokal dalam melakukan pendekatan.
c)
Perlu digalakkan kecintaan terhadap produksi dalam
negeri, termasuk padi produksi lokal. Kebijakan impor beras hanya apabila
sangat dibutuhkan serta dilaksanakan tidak pada saat petani sedang panen.
d)
Mengoptimalkan lahan tidur dan lahan yang tidak produktif
dengan penerapan teknologi produktivitas, serta memanfaatkan lahan lebak dan
pasang surut.
e)
Perlu sosialisasi untuk mengaktifkan kembali diversifikasi
konsumsi pangan nasional dalam rangka menurunkan tingkat konsumsi beras, sesuai
dengan kearifan lokal serta kondisi lahan pertanian setempat.
3)
Pemahaman hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga negara. Warga Negara Indonesia berdaulat serta memiliki hak, kewajiban,
dan tanggung
jawab terhadap pencapaian ketahanan pangan nasional. Pasal 33 Undang-Undang Dasar NRI
1945, menjelaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,
serta cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak, dikuasai oleh negara. Negara harus
mampu memberikan jaminan kebutuhan pangan kepada setiap warga negaranya tanpa
terkecuali. Hal ini dilihat sebagai konsekwensi atas
kewajiban memenuhi hak pangan kepada setiap warga negara. Usaha untuk membuat negara
mampu memberikan jaminan ketersediaan beras, antara lain dengan:
a)
Memaksimalkan produksi beras dalam
negeri, melakukan impor dari luar negeri, atau melakukan pengaturan distribusi
pangan dan sebagainya.
b) Memberikan pelayanan kepada
masyarakat berkaitan dengan peningkatan produktivitas semua bahan makanan pokok
yang bisa dihasilkan oleh suatu daerah tanpa harus membeda-bedakan hasil
pertanian itu.
c) Memberikan pelayanan yang
berkaitan dengan hal-hal yang dapat mendukung peningkatan produktivitas beras
seperti ketersediaan pupuk, pestisida, benih, dan sebagainya.
d) Keberadaan lahan-lahan pertanian negara
harus fokus pada usaha untuk pemenuhan bahan-bahan pangan, bukan bahan-bahan
non pangan.
e) Kepala daerah di semua wilayah,
berusaha untuk membuat daerahnya mampu memenuhi kebutuhan pangan terutama
beras, setiap warganya dengan pengembangan lahan pertanian dan industri
pertanian di semua lini.
f) Persoalan pemenuhan kebutuhan pangan
merupakan persoalan desentralisasi yang menjadi tanggung jawab pemimpin daerah di
wilayah tertentu, bukan menjadi tanggung jawab langsung kepala negara. Pelanggaran-pelanggaran
teknis dalam proses distribusi pangan terutama beras, perlu ditindak lanjuti
secara serius, sehingga penegakan hukum menjadi sangat penting peranannya dalam
pemenuhan kebutuhan pangan warga.
g) Sebagai Warga Negara, kecuali
mempunyai hak berkaitan dengan ketersediaan beras, masyarakat juga dituntut
kewajiban dalam rangka terwujudnya ketahanan pangan nasional, antara lain
melaporkan apabila ada penimbunan beras yang menyebabkan harga beras menjadi
tinggi, adanya manipulasi harga dari pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan
keuntungan.
4) Kehidupan
Multikultural dan Plural.
Kehidupan bersama yang
multikultural mengakui dan mengakomodasikan keberagaman etnis, ras, agama, suku,
adat, bahasa. Kehidupan bersama yang
plural menghargai kemajemukan dan menghormati pihak lain yang berbeda, masing-masing pihak membuka diri terhadap keaneka-ragaman keyakinan, rela berbagi, terbuka untuk saling belajar,
dan terlibat dalam dialog untuk mencari persamaan dan menyelesaikan
konflik. Ketersediaan beras dalam upaya meningkatkan
ketahanan pangan nasional, berkaitan erat dengan aspek kehidupan masyarakat
yang sangat rentan terhadap krisis dan konflik. Untuk itu pemimpin negara
maupun pemimpin daerah wajib mempertimbangkan aspek keberagaman dan kebhinekaan
di wilayah NKRI, sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan berkaitan dengan
ketersediaan beras tidak menimbulkan
konflik horizontal maupun vertikal.
3. Penutup.
a. Kesimpulan.
1) Wawasan
Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
2) Kebutuhan pangan nasional terutama
beras, merupakan dasar utama manusia, sedangkan ketersediaan beras sebagai
komoditas strategis pangan masih belum mampu mewujudkan ketahanan pangan
nasional, yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara supply and
demand, luas lahan pertanian padi yang cenderung menyempit, produktivitas tanaman padi masih rendah, menurunnya tingkat kesuburan lahan pertanian serta kebijakan ketersediaan beras yang masih
sektoral.
3)
Implementasi Wawasan Nusantara dalam upaya peningkatan
ketersediaan beras agar mampu meningkatkan ketahanan pangan dilakukan
melalui sosialisasi, dengan wujud implikasinya
di dalam kehidupan nasional antara lain dengan subsidi teknologi kepada petani,
pemilihan tanaman padi varietas unggul, benih dan pupuk yang bermutu,
pengaturan manajemen air dalam mengantisipasi kekeringan, pengendalian hama,
gerakan cinta produksi dalam negeri, serta diversifikasi konsumsi pangan nasional
dalam rangka menurunkan tingkat konsumsi beras.
4)
Dengan implementasi Wawasan Nusantara dalam upaya peningkatan ketersediaan
beras, terbukti mampu meningkatkan ketahanan
pangan nasional.
b. Saran.
1)
Perlu peran lebih aktif dari Dewan Ketahanan Pangan di
Pusat maupun daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui
ketahanan pangan nasional, dalam rangka perwujudan dan pemberdayaan masyarakat madani.
2)
Perlu lebih dihidupkan pelajaran budi pekerti sebagai
landasan jiwa bangsa Indonesia yang religius, toleransi dan bersifat gotong
royong.
3) Perlu segera penetap
Rancangan Undang-Undang yang pro rakyat untuk
pengganti Undang-Undang nomor 7
tahun 1996 tentang pangan yang sudah
tidak sesuai, sehingga diharapkan
pemenuhan hasil produksi pangan dapat
lebih meningkat, dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan nasional.
[1] Tim Pokja B.S. Geopolitik dan Wasantara Ketahanan
Nasional,
Modul 2, Konsepsi Pemikiran Wawasan Nusantara , 2012, hal 12
[4] Dr.Jaegopal Hutapea dan
Ali Zum Mashar SP. “Ketahanan Pangan dan Teknologi Produktivitas Menuju
Kemandirian Pertanian Indonesia“, PT Kodja, 2010, Hal 4
[5] http://www.theceli.com/dokumen/produk/1996/uu7-1996.htm, diakses Kamis, 10 Mei 2012,
jam 14:02 wib.
[6] Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan,
pasal 1, Hal 5
[9] Tim Pokja B.S. Geopolitik dan Wasantara Ketahanan
Nasional,
Modul 2, Konsepsi Pemikiran Wawasan Nusantara , 2012, hal 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar