MEWUJUDKAN TNI ANGKATAN LAUT YANG KUAT DAN DISEGANI

Kamis, 14 Juni 2012

Inhan

Industri Pertahanan



 
Tuesday, 29 May 2012 
             
             Salah satu upaya untuk mendukung kekuatan dan sumber ekonomi nasional yang lebih besar adalah dengan memasukkan indikator pengembangan industri teknologi pertahanan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sejarahnya, bangkitnya revolusi industri di tahap awal banyak dipengaruhi oleh industri pertahanan. Karena besarnya jumlah pasukan militer yang terlibat konflik pada saat itu, pabrik-pabrik harus memproduksi senjata dan peralatan militer lainnya dalam jumlah yang sangat besar. Misalnya Inggris, negara ini merupakan produsen peralatan perang yang terbesar selama konflik dalam perang Napoleon. Mereka mengirimkan sebagian besar senjata ini kepada sekutu-kutunya, dan hanya memakainya sedikit. Perancis pada saat itu juga menjadi produsen peralatan perang nomor dua terbesar, yang memproduksi untuk kepentingan sendiri dan sekutu-kutunya. [Syamtidar, 2011 hal 177-178]
        
        Peran industri pertahanan di negara-negara di dunia, dalam perkembangannya, berkaitan erat dengan sistem perekonomian negara bersangkutan. Industri pertahanan menjadi model pioner pengembangan bagi berkembangnya industri-industri lainnya. Industri pertahanan selain untuk menunjang kekuatan militer negara bersangkutan juga diprogram menjadi aktivitas bisnis yang bernilai komersial untuk tujuan-tujuan pembangunan ekonomi. Industri pertahanan tidak saja menjadi monopoli negara maju pada pasca Perang Dunia II. Beberapa negara berkembang, seperti Brasil, Argentina, dan Afrika Selatan sudah mengembangkan industri pertahanan yang memproduksi berbagai peralatan militer yang tidak sebatas hanya senjata ringan dan amunisi saja. Bahkan sekitar tahun 1960-an, tercatat 27 negara yang diakui internasional mampu mengembangkan industri pertahanan dalam negerinya sendiri. Negara-negara berkembang yang memiliki industri pertahanan paling maju dengan produk militer terbaik antara lain adalah Brasil, Argentina, India, Israel, dan Afrika Selatan.  Sebenarnya saat itu Indonesia juga sudah termasuk dalam jajaran sebagai negara industri pertahanan bersama dengan negara-negara berkembang lainnya, yaitu Filipina, Korea Selatan, Taiwan, Mesir, dan Meksiko. Rintisan industri pertahanan di Indonesia dimulai dari PT Pindad yang berdiri sejak tahun 1908.
[Kirbiantoro & Rudianto, 2010 hal 162-163]

               Untuk melepas ketergantungan alutsista dari pihak negara produsen, dan juga dalam rangka mempersiapkan perang modern di masa datang, tidak ada pilihan lain bagi Indonesia untuk segera mewujudkan pengembangan industri pertahanan dalam negeri. Untuk kepentingan tersebut, Indonesia bermaksud  untuk meminimalkan ketergantungan persenjataan buatan luar negeri. Pemerintah Indonesia sedang berusaha keras memberdayakan industri pertahanan dalam negeri guna melepas ketergantungan persenjataan dari negara lain. Salah satunya adalah mengembangkan kembali industri persenjataan dalam negeri yang selama ini sebenarnya sudah berjalan baik. [Kirbiantoro & Rudianto, 2010]

          Dari proses perjalananan industri Indonesia, membangun industri pertahanan tidaklah semudah membangun industri komesial pada umumnya. Indonesia dalam perjalanannya telah bercita-cita memperkuat industri pertahanan. Tahun 1970-an pemerintah orde baru telah menyadari bahwa Indonesia harus memperkecil celah ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara maju. Namun dengan kondisi ekonomi Indonesia saat itu, agak sulit untuk mengimplementasikan sebuah pembangunan industri strategis pertahanan yang akan menyedot anggaran dan investasi yang besar. Walaupun berhasil, justru akan membuat Indonesia dalam posisi strategis dalam persaingan dengan industri pertahanan di tingkat global.  [Purwanto, 2011:408-410]

Karena itu pilihan jatuh membangun industri strategis komersial. Jenis-jenis industri strategis dianggap sebagai solusi mengatasi problem-problem pembangunan tersebut. Industri yang dianggap strategis saat itu adalah ; industri transportasi laut, udara, dan darat; industri energy; industri rekayasa dan desain; industri mesin dan peralatan pertanian; industri pertahanan; industri pekerjaan umum. Semuanya itu diwujudkan pemerintah dalam beberapa BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis). [Purwanto, 2011:408-410]

            Program alih teknologi pada industri strategis dilakukan untuk mencapai suatu sasaran penguasaan teknologi tertentu, dengan tujuan membangun industri strategis menjadi industri yang mandiri dan menjadi tombak industrialisasi dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Dengan telah ditetapkannya wahana-wahana transformasi industri, maka sebanyak 10 BUMN Industri Strategis ditetapkan yang masing-masing memiliki kemampuan untuk anggulan tersendiri. Walaupun industri pertahanan menurun kondisinya, khususnya semenjak krisis ekonomi 1998, Indonesia telah memiliki dasar-dasar industri strategis yang dapat dikembangkan menjadi industri pertahanan yang maju. Secara embrional dan potensial, untuk merealisaikan pembangunan industri pertahanan tersebut telah dimulai, seperti yang telah dirintis oleh PT Pindad, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, dan beberapa industri terkait pendukung lainnya. Namun dukungan politik terhadap pengembangan kemampuan industri strategis tersebut masih harus diperkuat karena memang dibutuhkan biaya yang besar, terutama dalam riset. [Purwanto, 2011: 328]

            PT Pindad telah menghasilkan banyak karya, mulai dari senapan, peledak, panser, rudal, dan lain sebagainya. Masalah yang dihadapi Pindad adalah kesulitan menyusun proyeksi produksi dan prediksi kebutuhan pasar dalam negeri karena pemerintah belum memiliki perencanaan persenjataan yang dibutuhkan untuk jangka panjang sebagai acuan perencanaan untuk mendesain strategi produksi dan penggunaan teknologi yang sesuai dibutuhkan dalam rangka mendukung sistem persenjataan nasional. [Rekonstruksi Pertahanan Nasional : 167-170]

              Dalam rangka melepaskan ketergantungan kapal-kapal perang angkatn laut terhadap pihak luar negeri, PT PAL didorong untuk memproduksi kapal perang TNI AL. Kapal yang diproduksi seperti jenis Corvet dengan panjang 80 meter, kapal patrol cepat (28 dan 57 meter), kapal Frigate 2.500 ton, kapal penyapu ranjau 2.100 tahun, produksi amunisi. Terdapat sekitar 25 perusahaan dalam negeri ikut ambil bagian dalam mendukung penyediaan bahan baku dan suku cadangnya. Kerja sama dengan TNI AL mencakup banyak hal, termasuk dalam hal pengembangan kapal-kapal patrol cepat. [Rekonstruksi Pertahanan Nasional :170-175]

   Selain memproduksi pesawat  terbang secara umum untuk keperluan sipil, dalam aktivitas PT DI, terdapat divisi yang khusus mengembangkan industri pertahanan, yaitu memproduksi peralatan militer yaitu pesawat terbang, pesawat latih, helikopter dan sebaginya. Misalnya helikopter versi-versi militer NC-212 dan CN-235, pesawat latih, torpedo tipe SUT (Surface Underwater Torpedo). Pada divisi persenjataan, telah berhasil membuat peluncur NDL40 dan ADL40. Dengan menyadari manfaat yang signifikan dari industri pertahanan, pemerintah berkomitmen terhadap upaya pengembangan kemampuan pertahanan nasional yang bergerak dalam empat domain, yaitu : (1) daya gerak dan kecepatan, (2) daya gempur dan pelontaran, (3) daya pemandu dan kendali, serta (4) daya dukung dan perbekalan. Karenanya terobosan-terobosan harus dilakukan, khususnya oleh kementerian pertahanan. Dengan mengimplementasikan secara serius apa yang direncanakannya, yaitu :
 1. Rencana aksi yang bertujuan menyusun cetak biru bagi pembentukan Kekuatan Pokok Pertahanan (KPP).
2.  Rencana aksi yang bertujuan menetapkan kebijakan revitalisasi industri pertahanan.
3. Rencana aksi yang bertujuan menyusun skema anggaran multi tahun yang dapat mendukung pelaksanaan rencana-rencana strategis pertahanan.

Perlu disiasati untuk keluar dari jebakan minimnya anggaran negara perlu dicari berbagai alternatif pembiayaan, diantaranya dari alokasi belanja modal bagi sektor pertahanan dalam APBN, dari obligasi khusus yang dijamin pemerintah untuk memperkuat kapasitas industri pertahanan dan melalui pinjaman khusus dari konsorsium ban-bank nasional. [Purwanto, 2011:4 12]

Dengan memakai produk dalam negeri, TNI akan mengurangi ketergantungan membeli persenjataan dari luar negeri. Di era globalisasi, kemandirian seratus persen tentulah tidak mungkin, namun adanya industri pertahanan tetap memiliki manfaat yang cukup signifikan. Untuk mendorong kemajuan industri pertahanan di masa depan, selain industri yang dikelola pemerintah, harus mulai dibuka untuk menggandeng perusahaan-perusahaan swasta. Dan kebijakan pengadaan peralatan militer dari luar negeri hanya untuk barang-barang yang belum diproduksi di dalam negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar