1. Pendahuluan
a.
Latar Belakang.
Kewaspadaan Nasional adalah suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa
peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian
seorang warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegaranya dari suatu potensi ancaman[1]. Kewaspadaan Nasional dapat juga diartikan sebagai manifestasi kepedulian dan rasa tanggung jawab bangsa Indonesia terhadap keselamatan
dan keutuhan bangsa/NKRI, termasuk rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia(SDM).
Sumber Daya Manusia adalah
potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk
sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri
serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan
kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dewasa ini, SDM dipandang
bukan hanya sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset
bagi institusi atau organisasi.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang dianugerahi
kekayaan alam yang sangat melimpah terutama pada potensi pertanian. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS)[2], menunjukkan
bahwa sekitar 44,34% dari 91.647.166 penduduk Indonesia usia produktif, bekerja
di sektor pertanian. Pertanian berperan penting untuk menjamin ketahanan pangan nasional, sebagai sumber tenaga kerja dan
pembentukan modal
bagi pembangunan sektor lain serta sebagai
sumber perolehan
devisa. Pertanian
juga
memiliki
peranan untuk mengurangi kemiskinan, menyumbang secara nyata
bagi pembangunan pedesaan serta
pelestarian lingkungan
hidup.
Dengan
mempertimbangkan potensi kekayaaan sumber daya alam maupun manusia, Indonesia sebenarnya mampu menuju
kebangkitan dan kejayaan pertanian. Saat ini pertanian Indonesia masih
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup dalam lingkup nasional maupun lokal.
Padahal dengan keberadaan potensi yang ada, pertanian harusnya mampu dikembangkan
jauh lebih baik, hingga dapat diekspor ke luar negeri.
Fakta
yang dihadapi Indonesia saat ini adalah bahwa sumbangan
sektor pertanian terhadap PDB semakin tahun cenderung menurun.
Pangsa sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja ternyata masih yang
paling besar. Dari kenyataan itu dapat dilihat bahwa ada ketimpangan dalam
struktur ekonomi Indonesia, di mana sektor yang sudah mulai menyusut peranannya
dalam menyumbang PDB ternyata harus tetap menampung jumlah tenaga kerja yang
jauh lebih besar. Kesenjangan
kesejahteraan petani dibandingkan dengan pekerja di sektor lainnya semakin
melebar. Produktivitas usaha tani
dan kualitas produk tidak menunjukkan perbaikan yang berarti. Ditambah lagi
momen liberalisasi ekonomi yang sedang terjadi saat ini mempengaruhi ekonomi pertanian
Indonesia. Oleh karena itu dengan kewaspadaan nasional terhadap rendahnya kualitas
sumber daya manusia, diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pangan nasional.
Permasalahan yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan kewaspadaan
nasional terhadap kualitas SDM meliputi rendahnya mutu Sumber Daya Manusia yang bergiat di sektor pertanian, antara lain petani, petugas/aparat
teknis/penyuluh pertanian, menurunnya minat generasi muda untuk berusaha di
bidang pertanian, pola pikir dan perilaku
petani yang masih
berorientasi pada aspek produksi, rendahnya kemandirian petani, lemahnya akses petani
terhadap modal, teknologi, sarana produksi dan informasi pasar serta rendahnya disiplin maupun
etos kerja aparatur pertanian.
2.
Pembahasan.
a.
Permasalahan
Kemandirian Pangan Nasional.
Pangan adalah
kebutuhan fisiologis, yang merupakan kebutuhan yang paling mendasar setiap
bangsa di dunia. Disisi lain ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri
atas subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Kinerja dari
masing-masing subsistem tercermin dalam hal stabilitas pasokan pangan, akses
masyarakat terhadap pangan, serta pemanfaatan pangan (food utilization)
termasuk pengaturan menu dan distribusi pangan. Faktor kualitas manusia sangat
berperan dalam kemandirian pangan nasional. Kemandirian pangan adalah
kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan
pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat
individu, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau,
yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan
keragamanan lokal.
Dalam
era globalisasi, masalah pangan di negara lain memiliki pengaruh kuat
terhadap situasi pangan dalam negeri. Permasalahan pangan merupakan hal yang
sangat kompleks, bersifat multi disiplin serta lintas-sektoral, oleh karena
itu pemecahan permasalahan pangan dan gizi tidak dapat hanya didekati dan
dipecahkan secara pendekatan sektoral, tetapi perlu pendekatan
lintas-sektoral serta integratif serta pendekatan komprehensif yang menuntut
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi yang efektif melalui perencanaan. Secara
keseluruhan kebijaksanaan pangan sebagai bagian dari kebijaksanaan nasional
meliputi berbagai aspek sebagai berikut:
1)
Food availability. Aspek terjaminnya penyediaan pangan secara nasional, khususnya melalui
produksi komoditi pangan di dalam negeri dan impor apabila diperlukan.
2)
Food
security. Aspek terjaminnya ketahanan pangan yang mampu
mengatasi gejolak ketidakpastian faktor alam maupun pengaruh dari luar negeri
serta menjamin kestabilan harga yang wajar bagi kepentingan produsen dan
konsumen.
3)
Food
accesibility. Aspek terjaminnya akses rumah
tangga terhadap kebutuhan pangan sesuai dengan daya beli, sehingga terjamin
keamanan pangan pada tingkat rumah tangga. untuk itu pangan harus tersedia
secara merata di seluruh pelosok tanah air dengan harga yang
terjangkau.
4)
Food
quality. Aspek terjaminnya mutu makanan dengan gizi
seimbang, melalui diversifikasi baik di bidang produksi, pengolahan maupun
distribusinya sampai ke masyarakat.
5)
Food
safety. Tercapainya penyediaan pangan yang aman bagi
masyarakat yang terhindar dari bahan-bahan yang merugikan kesehatan.
Mengingat pangan merupakan hak dasar rakyat yang tidak bisa ditawar-tawar pemenuhannya,
maka pengabaian atas pemenuhan pangan bukan hanya pelanggaran atas hak hidup
dan asasi rakyat, tapi juga menjadi masalah besar ketahanan dan stabilitas
negara. Bila upaya kemandirian dan kedaulatan pangan ini
tidak segera direalisasikan, maka ancaman krisis pangan nasional akan menjadi
masalah besar bangsa Indonesia. Ancaman krisis pangan ini semakin nyata
dengan adanya bencana alam, perubahan cuaca yang ektrem, maupun tata niaga
pangan internasional yang semakin monopoli dan tidak adil. Meski cadangan dunia
diperkirakan mampu memberi makan 12 miliar manusia tanpa masalah, namun
nyatanya 826 juta manusia di dunia saat ini menderita kekurangan pangan
kronis. FAO pun mengakui bahwa krisis pangan tengah melanda dunia dengan
naiknya harga pangan hingga 75 persen maupun meningkatnya permintaan pangan,
sementara stok negara-negara produsen semakin sedikit. Saat ini 36 negara
tengah menghadapi rawan pangan kronis.
Negara Indonesia memiliki tanah yang subur serta merupakan negara yang agraris,
namun ternyata 13,8 juta penduduknya menderita rawan pangan, seperti di NAD,
NTT, Sulut, Lampung, Papua, dan sebagian Kalimantan. Krisis pangan terjadi
ketika kebutuhan pangan Indonesia telah tergantung kepada impor dan harganya
tak terkendali. Ada beberapa sebab yang membuat Indonesia tidak mandiri
apalagi berdaulat dalam pangan, antara lain kebijakan privatisasi,
liberalisasi, dan deregulasi yang tidak tepat, serta rendahnya kualitas SDM.
Hal ini yang membuat Indonesia tidak memiliki kekuatan dalam mengatur
produksi, distribusi, dan konsumsi di sektor pangan. Indonesia telah
tergantung oleh mekanisme pasar yang industri hilir dan distribusinya
dikuasai monopoli kartel perusahaan multi nasional. Untuk itu, Sumber Daya
Manusia bidang pertanian diharapkan menjadi bagian yang mampu mendorong
kemandirian dan kedaulatan pangan di Indonesia, sehingga perlu kewaspadaan
nasional terhadap rendahnya sumber daya manusia agar dapat meningkatkan
kemandirian pangan nasional.
b.
Kewaspadaan nasional terhadap rendahnya kualitas SDM dapat meningkatkan
kemandirian pangan nasional.
Sumber daya manusia Manusia
(SDM) merupakan modal penting bagi pembangunan nasional Indonesia disamping
modal dasar yang lain, termasuk di bidang pertanian. Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang
mayoritas penduduknya adalah para petani, dengan areal pertanian yang sangat luas. Bila potensi seperti ini benar-benar digunakan
secara efisien, maka bangsa Indonesia tidak akan mengalami krisis ekonomi.
Kondisi
kesiapan SDM
Indonesia
masih sangat
memprihatinkan.
Dari segi pendidikan, kebanyakan SDM kita belum memiliki kualitas yang
baik dengan
wawasan yang memadai. Selain itu sistem pendidikan Indonesia masih berorientasi untuk menghasilkan tenaga-tenaga
yang siap pakai, bukannya untuk menghasilkan pengusaha atau untuk menjadi atasan bagi dirinya sendiri,
dalam artian sebagai petani
yang profesional.
Sumber
Daya Manusia (SDM) Indonesia bidang pertanian masih memiliki banyak kelemahan
dalam
mengakses
pasar, permodalan, penguasaan teknologi serta manajemen pertanian yang
profesional. Apabila tidak disiapkan secara terpadu, pada gilirannya akan mempengaruhi
stabilitas nasional sehingga diperlukan kewaspadaan nasional terhadap
rendahnya kualitas SDM pertanian. Kualitas SDM menjadi tanggung jawab masyarakat secara
keseluruhan dan
pemerintah untuk memaksimalkan semua potensi SDM pertanian sehingga dapat
berpartisipasi dalam pembangunan nasional sekarang.
Pada era reformasi,
kehidupan rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam bingkai paham nasionalisme, semakin kehilangan arah dalam upaya mencapai
cita-cita nasional, yaitu melindungi, menyejahterakan, mencerdaskan, dan ikut menertibkan dunia sesuai pembukaan UUD
45. Kewaspadaan
nasional dalam pemberdayaan
SDM pertanian yang professional,
bertujuan untuk membebaskan petani dari belenggu keterbelakangan, kemiskinan,
dan kebodohan agar dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Strategi pemberdayaan merupakan dasar yang kuat bagi pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development),
khususnya dalam mengantisipasi berbagai tantangan dan peluang pada era globalisasi.
Optimalisasi pengembangan potensi SDM pertanian harus dilakukan secara
berkesinambungan dan berkelanjutan seiring dengan dinamika perkembangan zaman
dengan berbagai penerapan teknologi pertanian modern. Dalam suasana dinamis
itu tentunya segala sesuatu harus lebih baik dari apa yang telah dilakukan
dari pertanian tradisional yang bersifat subsistem menuju pertanian modern
yang bersifat komersial. Dan apa yang dilakukan harus lebih baik dari apa
yang sedang dilakukan saat ini, sehingga senantiasa ada peningkatan secara
berkelanjutan, sehingga perlu inventarisasi tentang hasil
capaian, tantangan
yang
di hadapi serta sasaran yang akan diperoleh.
Langkah-langkah
pada sektor
pertanian untuk peningkatan
kualitas SDM antara
lain menyangkut penerapan dan pengembangan konsep produktivitas dan efisiensi
yang sangat ditentukan oleh kualitas SDM. Sebenarnya posisi sektor pertanian
menjadi lebih penting, hal itu berkaitan dengan pesatnya pertumbuhan sektor industri dewasa ini. Idealnya setiap laju
pertumbuhan industri selalu diimbangi laju pertumbuhan pertanian, mengingat
berbagai alasan utama, antara lain:
1)
Barang-barang hasil produksi membutuhkan daya beli
masyarakat, sedangkan sebagian besar penduduk Indonesia bekerja dibidang
pertanian, sehingga tingkat pendapatan petani berpengaruh terhadap daya beli.
2)
Tersedianya
bahan makanan yang murah, sehingga upah dan gaji yang diterima dapat dipakai
untuk memenuhi kebutuhan pokok. Ini bisa dicapai apabila produksi hasil
pertanian, terutama pangan dapat ditingkatkan sehingga harganya bisa lebih
murah dan terjangkau.
3)
Tersedianya bahan mentah yang berasal dari sektor pertanian.
Peningkatan kualitas SDM bidang pertanian selain membantu menyelesaikan masalah
kemiskinan juga akan membawa masyarakat ke dalam era baru memasuki kehidupan
pertanian modern. Para petani akan meninggalkan kebiasaan lama yang
tradisional yang tidak relevan dan menghambat kemajuan kehidupannya, menanamkan
nilai pertanian modern seperti kerja keras, hemat, disiplin, keterbukaan,
kebertanggungjawaban serta kemampuan
menghadapi persaingan global.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Berdasarkan data BPS, dari jumlah penduduk usia 15 Tahun keatas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama pada bulan Agustus
tahun 2011, sebagai
berikut:
Tabel. Penduduk 15 Tahun Ke Atas
yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama.
Dari tabel tersebut diatas, terlihat bahwa sebagian
besar penduduk Indonesia bekerja pada bidang pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, yaitu 35,8%.
Sebagian besar SDM yang bekerja dibidang pertanian, kehutanan perburuan dan
perikanan mempunyai kualitas pendidikan yang sangat rendah, bahkan banyak
yang sama sekali tidak mengenyam dunia pendidikan. Indeks kualitas SDM pertanian tampaknya lebih
rendah jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Hal itu paling tidak
dapat dilihat dari tingkat pendidikan sebagian besar petani yang memang
rendah. Data-data BPS
pada bulan Agustus tahun 2011 tentang kondisi SDM pertanian Indonesia sebagai
berikut:
1)
Bidang
pendidikan formal:
a)
Lulus SD
dan tidak tamat SD 75,19%.
b)
Lulus SLTP
15,23%
c)
Lulus SLTA
8,40%.
d)
Diploma
dan sarjana 1,18%
2)
Human Development Index (HDI) kualitas SDM Indonesia berada pada
peringkat 111 dari sejumlah 182 negara yang dinilai.
3)
Kontribusi Iptek terhadap pertumbuhan perekonomian
nasional baru mencapai 1,38%.
4)
Kualitas SDM pertanian belum sesuai dengan kompetensi
yang diperlukan untuk menghadapi persaingan regional maupun global.
5)
Kualitas lulusan pendidikan formal bidang pertanian
belum sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha maupun industri.
Perbaikan
kualitas SDM pertanian perlu penguatan wawasan kebangsaan dan integrasi nasional.
Kewaspadaan Nasional merupakan manifestasi
kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap
keselamatan dan keutuhan bangsa/NKRI termasuk kualitas SDM. Kewaspadaan Nasional bertolak dari berkeyakinan
ideologis dan nasionalisme yang kukuh serta perlu didukung oleh usaha-usaha pemantauan secara terus menerus.
Upaya
pemberdayaan para masyarakat petani baik di tingkat nasional maupun lokal
dapat diaktualisasikan melalui tiga sisi yaitu:
1)
Menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan (kondusif) potensi masyarakat
berkembang.
2)
Memperkuat
potensi atau daya saing yang dimiliki masyarakat.
3)
Memberdayakan
kelompok
yang lemah dan melindungi
kelompok yang kuat serta mencegah
terjadinya persaingan yang tidak seimbang atau tidak sehat, serta eksploitasi
yang kuat atas yang lemah.
Dengan
demikian strategi pemberdayaan SDM pertanian bukan hanya berkaitan dengan
persoalan ekonomi semata, melainkan juga menyentuh aspek ideologi,
politik, sosial
dan budaya serta pertahanan dan keamanan. Pendekatan
yang digunakan haruslah pendekatan partisipatif, yaitu dengan melibatkan dan
mengikutsertakan para petani kita secara langsung dalam proses pembangunan.
Strategi pemberdayaan menempatkan patani bukan sebagai obyek tetapi sebagai
subyek pembangunan. Kewaspadaan nasional
Para
petani yang merumuskan ide, menetapkan sasaran, merancang dan menempatkan
inisiatif dan prakarsa mereka sendiri. Karena di satu pihak petani adalah
pelaku pembangunan, sementara di pihak lain, baik pemerintah atau lembaga
yang ingin turut membantu, hanyalah sebatas sebagai stabilisator dan
dinamisator saja.
Pemberdayaan
SDM pertanian bukan membuat petani makin bergantung pada program-program
pemberian melainkan bersifat kemitraan. Karena tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat petani dan pembangunan kemampuan untuk memajukan diri
ke arah kehidupan yang lebih baik secra berkesinambungan. Melalui
pemberdayaan para petani akan memiliki keyakinan yang lebih besar akan
kemampuan dirinya.
Sebagai konsekuensi dari
percepatan pertumbuhan sektor industri yang perlu diimbangi sektor pertanian,
yakni menyiapkan kualitas SDM yang memadai. Bagaimanapun pertanian yang
mengacu pada produktivitas dan efisiensi yang tinggi perlu ditunjang oleh
petani-petani yang terampil dan menguasai teknologi tepat guna. Tergusurnya lahan
pesawahan untuk dijadikan kawasan industri, akan merubah profesi sebagian petani menjadi buruh
pabrik. Upaya peningkatan kualitas
SDM pertanian perlu diimbangi oleh kebijaksanaan khusus menyangkut
peningkatan nilai tambah.
Kondisi SDM pertanian
saat ini tertinggal dengan
SDM sektor lainnya. Padahal petani menjadi sektor pelaku utama swasembada beras, sementara insentif yang diperoleh
ternyata kurang sesuai dengan prestasi. Yang paling
membutuhkan perhatian untuk pengembangan SDM lebih lanjut ialah kelompok
petani kecil dan buruh tani, sedangkan
kelompok petani menengah dan petani kelas kakap sudah tinggal landas lebih dulu, bahkan sebagian di antaranya
telah berhasil menerapkan teknologi tinggi seperti pemanfaatan kultur
jaringan dan jenis bioteknologi lainnya. Keberadaan sektor pertanian yang
mapan ini telah sejajar dengan industri dan bisnis lainnya, tidak heran jika
kegiatan usahanya pun dikenal dengan agroindustri dan agribisnis. Dengan
demikian permasalahannya ialah bagaimana cara menerapkan prinsip-prinsip
industri dan bisnis pada pertanian skala kecil. Untuk
meningkatkan kualitas SDM sektor pertanian agar bisa berpartisipasi aktif dalam
kegiatan angribisnis dan agroindustry, antara lain dengan:
1)
Bidang Pendidikan.
a)
Mengoptimalkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20%
sesuai ketentuan perundangan dengan membuka sekolah-sekolah SLTP dan SLTA di
pedesaan.
b)
Meningkatkan manajemen pendidikan sekolah serta
menambahkan materi kecintaan terhadap pertanian.
c)
Membangun pendidikan berbasis masyarakat, lebih
mengarah kepada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat, termasuk bidang
pertanian.
d)
Perbaikan sarana dan prasarana sekolah di daerah
pelosok dan perbatasan.
e)
Meningkatkan kualitas Human Development Index (HDI) SDM Indonesia.
f)
Meningkatkan kualitas SDM pertanian agar mampu bersaing
secara regional maupun global.
g)
Lebih fokus agar kualitas lulusan pendidikan formal
bidang pertanian sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha.
2)
Meningkatkan
keahlian dalam bidang manajemen dan teknis usaha pertanian.
3)
Meningkatkan kontribusi Iptek bidang pertanian,
perkebunan, perikanan.
4)
Meningkatkan
keahlian dalam mencermati situasi pasar, agar mampu
menembus pasar dengan nilai jual yang baik, melalui koperasi produksi sehingga produk petani kecil dapat
menembus pasar ekspor.
5)
Meningkatkan
akses petani terhadap perbankan, yakni menyangkut penguasaan tata cara
berhubungan dengan sumber permodalan.
6)
Meningkatkan
keprofesionalan penyuluh dan aparat dinas-instansi terkait, termasuk kalangan ilmuwan bidang pertanian,
baik yang ada di perguruan tinggi atau lembaga penelitian.
|
4. Kesimpulan
dan Saran.
a. Kesimpulan.
1) Kewaspadaan
Nasional merupakan suatu kualitas kesiapan dan kesiagaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia untuk mampu
mendeteksi, mengantisipasi sejak
dini, dan melakukan aksi pencegahan berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman terhadap NKRI. Salah satu potensi ancaman adalah kualitas Sumber
Daya Manusia Indonesia.
2) Pangan adalah
kebutuhan fisiologis, yang merupakan kebutuhan yang paling mendasar setiap
bangsa di dunia. Kemandirian pangan yang merupakan
kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan
pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat
individu masih belum tercapai, yang salah satunya diakibatkan oleh kualitas SDM
pertanian yang rendah.
3) Sebagian
besar penduduk Indonesia bekerja pada bidang pertanian, namun dengan kualitas pendidikan
yang sangat rendah. Dengan kewaspadaan nasional terhadap rendahnya
kualitas SDM
dapat meningkatkan kemandirian pangan nasional, antara lain melalui optimalisasi alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari
APBN, menambahkan materi kecintaan terhadap pertanian, perbaikan sarana dan
prasarana sekolah di daerah, meningkatkan kontribusi Iptek bidang pertanian
serta meningkatkan
akses petani terhadap perbankan.
b. Saran.
1) Perlu pembukaan sekolah menengah kejuruan di
sentra-sentra pertanian yang berkaitan dengan peningkatan kualitas SDM
pertanian.
2) .Perlu segera
penetatap Rancangan Undang-Undang yang pro rakyat untuk pengganti Undang-Undang
nomor 7 tahun 1996 tentang pangan yang sudah tidak sesuai, sehingga diharapkan
pemenuhan hasil produksi pangan dapat lebih meningkat, dalam rangka mewujudkan
ketahanan pangan nasional.
3) Perlu keterlibatan institusi nasional
dengan memanfaatkan alokasi anggaran Corporate Social Responsibility (CRS) yang
dimiliki dengan menghidupkan mobil pintar, rumah pintar maupun kapal pintar
dalam rangka menciptakan kualitas SDM Indonesia yang cerdas.
[1] Tim Pokja Kewaspadaan Nasional Lemhannas RI. “BS Kewaspadaan Nasional, modul 1,Sub BS Kewaspadaan Nasional Pasca Orde
Baru,
2012, hal 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar