MEWUJUDKAN TNI ANGKATAN LAUT YANG KUAT DAN DISEGANI

Selasa, 05 Juni 2012



IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA DALAM UPAYA
PENINGKATAN KETERSEDIAAN BERAS MAMPU MENINGKATKAN
KETAHANAN PANGAN NASIONAL

1.         Pendahuluan.         
a.            Latar Belakang Masalah.
Wawasan Nusantara merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945, adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional (Tap MPR Nomor II/MPR/1993 dan Nomor II/MPR/1998 tentang GBHN)[1]. Keberhasilan implementasi Wawasan Nusantara akan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa yang dijiwai rasa kekeluargaan dan kebersamaan serta terpeliharanya kesatuan wilayah nasional.
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama manusia, oleh karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu. Saat ini laju pertumbuhan produksi pangan nasional rata-rata negatif dan cenderung menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang berarti kebutuhan terus meningkat. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik[2],  jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di perkotaan 49,79%, sedangkan di daerah pedesaan yang jauh lebih luas areanya, hanya didiami penduduk sebesar 50,21%. Penyebaran penduduk juga masih belum merata antara pulau-pulau besar yang ada di Indonesia. Kepadatan di pulau Jawa jauh lebih tinggi daripada di pulau Papua, sementara sentra produksi beras berada di Jawa. Disisi lain konsumsi penduduk Jawa maupun Papua sama-sama beras.
Ketersediaan beras sebagai komoditas pangan strategis, belum mampu mewujudkan ketahanan pangan sampai dengan tingkat individu, sehingga Pemerintah melaksanakan kebijakan-kebijakan diantaranya dengan impor beras. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), walaupun sejak tahun 2008 produksi beras nasional selalu surplus, tetapi impor beras terus dilakukan. Sampai bulan Juli tahun 2011[3], Pemerintah telah melakukan pengadaan beras melalui impor sebanyak 1,57 juta ton. Beras impor tersebut paling banyak berasal dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton dengan nilai USD 452,2 juta, dari Thailand sebanyak 665,8 ribu ton dengan nilai USD 364,1 juta.

Ketahanan pangan menghendaki ketersediaan beras yang cukup bagi setiap individu masyarakat, dalam arti bahwa setiap penduduk mampu mengkonsumsi dalam jumlah dan gizi yang cukup. Diharapkan dengan implementasi Wawasan Nusantara yang merupakan konsepsi nasional Indonesia dalam peningkatan ketersediaan beras, akan mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional.

b.            Identifikasi Masalah.
Permasalahan yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan upaya peningkatan ketersediaan beras, antara lain:
1)            Ketidak-seimbangan antara pertumbuhan permintaan yang lebih cepat dari pertumbuhan kapasitas produksi beras nasional.
2)            Luas lahan areal penanaman beras yang stagnan dan bahkan cenderung terus tergeser pembangunan kawasan pemukiman dan sentra ekonomi, serta tingkat kesuburan tanah yang cenderung menurun.
3)            Produktivitas tanaman padi yang masih rendah dan terus menurun.
4)            Kebijakan impor dalam upaya memenuhi ketersediaan beras masih bersifat sporadis dan tidak tepat waktu dan sasaran.
5)            Rendahnya produktivitas tanaman  padi yang diakibatkan rendahnya penerapan teknologi budidaya, tingkat kesuburan lahan serta eksplorasi potensi genetik yang belum optimal[4].
6)            Pengaruh globalisasi telah merubah cara pandang sebagian masyarakat Indonesia yang kurang menjiwai nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI tahun 1945, maupun terhadap konstelasi geografis negara Indonesia.
7)            Pola konsumsi masyarakat setempat yang berubah dari bahan pangan lokal menjadi beras, diakibatkan oleh kebijakan pada masa lampau.

c.            Rumusan Pokok Masalah.
Pokok-pokok masalah yang berkaitan dengan implementasi Wawasan Nusantara dalam upaya pemenuhan ketersediaan beras, antara lain ketersediaan beras masih belum mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional, yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara supply and demand serta luas lahan pertanian padi yang cenderung menyempit, produktivitas tanaman padi masih rendah, diakibatkan oleh rendahnya penerapan teknologi budidaya, menurunnya tingkat kesuburan lahan pertanian serta eksplorasi potensi tanaman pangan yang masih belum optimal, kebijakan yang berkaitan dengan kemandirian pangan terutama beras sebagai komoditi strategis masih sektoral dan belum berpihak kepada kepentingan rakyat dan petani, serta cara pandang sebagian masyarakat Indonesia yang masih belum menganut geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan dan nilai-nilai nasionalnya, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945.


2.            Pembahasan.

a.            Ketahanan Pangan Nasional Saat Ini.

Pangan adalah kebutuhan fisiologis, yang merupakan kebutuhan paling mendasar setiap bangsa di dunia. Disisi lain ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas sub sistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Kinerja dari masing-masing subsistem tercermin dalam hal stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat terhadap pangan, serta pemanfaatan pangan (food utilization) termasuk pengaturan menu dan distribusi pangan.

Pada tahun 1987, World Commision on Environment and Development (WCED) menyerukan perhatian pada masalah besar dan tantangan yang dihadapi pertanian dunia, jika kebutuhan pangan saat ini dan mendatang harus terpenuhi, dan perlunya suatu pendekatan baru untuk pengembangan pertanian, dan pada beberapa tahun terakhir ini perhatian dunia terhadap ketahanan pangan dirasakan semakin meningkat, oleh karena pangan merupakan kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dunia. Definisi ketahanan pangan oleh PBB adalah tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah dan mutu pada setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif[5]. Berdasarkan Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau[6].

b.            Permasalahan Ketersediaan Beras Nasional.

Beras merupakan salah satu komoditas pangan strategi dan penting dalam perekonomian Indonesia. Masalah perberasan merupakan masalah yang sangat komplek, kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan secara nasional, dengan sasaran utama tercapainya swasembada beras, namun pada pelaksanaannya sangat rentan terhadap faktor-faktor eksternal, seperti iklim, serangan hama, gejolak pasar dan faktor internal seperti keterbatasan dalam peningkatan produktivitas, luas lahan dan lain-lain.

Pada aspek lahan pertanian, ada indikasi kuat bahwa lahan-lahan sawah subur semakin menyusut, yang disebabkan berbagai kepentingan industri dan perumahan. Walaupun ada Keppres No 32 tahun 1992 tentang larangan pengalihan fungsi lahan irigasi teknis di Pulau Jawa, namun tetap gagal mencegah proses konversi lahan-lahan irigasi tersebut. Akibatnya produksi beras nasional turun drastis, terbukti di tahun 1989 kita telah mengimpor beras sebesar 464.449 ton bahkan jumlah impor beras menjadi sangat spektakuler, yakni sebesar 5,8 juta ton pada tahun 1998[7]. Penyusutan luas areal lahan sawah potensial seperti yang terjadi di sepanjang Jalur pantura Jabar dan Banten, diduga mencapai 60.000 ha/tahun, juga turut menyumbangkan peran signifikan terhadap besarnya kesenjangan tersebut, sementara itu alih fungsi sawah untuk perumahan sebesar 58,7%, terjadi di sebagian besar wilayah pulau Jawa. Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional, laju konversi lahan antara tahun 1999-2002, rata-rata 110.000 hektar/tahun.
Proyeksi kebutuhan beras dalam negeri sebagai pangan pokok (principal food) masyarakat, semakin lama akan terus meningkat. Diperkirakan hingga tahun 2014, kebutuhan beras dalam negeri terus meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk, yang diperkirakan akan mencapai 253 juta jiwa pada tahun 2014 (asumsi laju pertumbuhan 1.49%/tahun)[8]. Saat ini dari seluruh negara di Asia Tenggara, Indonesia satu-satunya negara yang masih melakukan impor dan tidak pernah mengekspor beras. Bangsa Indonesia semakin jauh tertinggal dengan Vietnam yang terus mampu mengekspor berasnya, yang bahkan lebih tinggi dibanding Thailand. Data tersebut menunjukkan bahwa sejak pencapaian swasembada beras tahun 1984, produksi beras nasional terus mengalami penurunan.

Konsep ketahanan pangan (food security) mengandung pengertian yang lebih luas bila dibandingkan konsep swasembada pangan, yang hanya berorientasi pada aspek fisik bahan pangan. Ketahanan pangan mengandung dua unsur pokok, yaitu:
1)            Ketersediaan pangan.
2)            Aksebilitas masyarakat terhadap pangan.
Apabila salah satu aspek diatas tidak terpenuhi, maka ketahanan pangan suatu negara dapat disebut belum baik. Ketahanan pangan tidak saja di tingkat desa, namun  juga harus sampai ke tingkat rumah tangga pedesaan yang tentunya mencakup fungsi tempat, ruang, waktu, dan lebih penting adalah upaya memperkuat strategi ketahanan pangan nasional.
Ketersediaan pangan sesungguhnya pula merupakan tulang punggung ketahanan nasional. Tanpa pangan yang cukup dan bergizi, generasi peneruspun akan lumpuh secara perlahan. Dilain pihak, ketergantungan pangan pada negara lain, akan berdampak negatif pada tataran hidup sosial, yaitu Pancagatra (ideologi, ekonomi, sosial, politik dan pertahanan keamanan).  Jumlah penduduk yang besar ibarat pisau bermata dua, disatu sisi dapat menjadi sumber daya bagi berkembangnya sektor pertanian, yang lebih tangguh dan berdaya saing tinggi. Namun disisi lain, dapat menjadi sumber pemicu kerawanan sosial ketika kebutuhan pokok terhadap pangan tidak tercukupi dengan baik.

Produksi beras menjadi masalah yang serius apabila tidak ditangani dengan baik. Beras merupakan makanan pokok bagi bangsa Indonesia sehingga sangat berpengaruh terhadap ketahanan nasional, sehingga intervensi Pemerintah sangat diperlukan untuk  mengatasinya, karena menyangkut kepentingan produsen dan konsumen yang kedua-duanya harus dilindungi.


c.          Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Upaya Peningkatan Ketersediaan Beras Mampu Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional.

Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan pihak-pihak yang berwenang atau berkepentingan, baik Pemerintah maupun swasta, yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, karena pada dasarnya setiap rencana yang ditetapkan memiliki tujuan atau target yang hendak dicapai. Implementasi Wawasan Nusantara dilakukan melalui sosialisasi, yaitu penanaman nilai-nilai dengan beberapa cara, baik formal, nonformal, maupun informal.  Wujud nyata dari implementasi konsepsi Wasantara tercermin pada implikasinya di dalam kehidupan nasional, baik dalam realita kehidupan nasional maupun dalam fenomena kehidupan nasional yang sesuai dengan dasar pemikiran atau dimensi pemikiran Wasantara, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Implikasi konsepsi Wasantara dalam fenomena kehidupan nasional berkaitan dengan perannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional dan tujuan nasional, harus selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah[9].  Wujud implementasi konsepsi Wasantara dalam upaya peningkatan ketersediaan beras, antara lain:

1)            Peningkatan kesadaran, paham dan semangat kebangsaan dalam upaya mewujudkan ketersediaan beras.   Kapasitas produksi beras nasional yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk, serta luas lahan pertanian padi yang cenderung menyempit, akan memunculkan berbagai permasalahan antara lain menurunnya semangat kebersamaan, kegotong-royongan serta semangat saling membantu dalam koridor kebangsaan.  Kondisi semangat Kebangsaan atau nasionalisme suatu bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai masalah, termasuk ketersediaan pangan, mengingat masalah ketahanan pangan sangat berkaitan erat dengan stabilitas ekonomi, terutama aspek inflasi, biaya hidup masyarakat serta stabilitas politik. Dengan peningkatan kesadaran, paham dan semangat kebangsaan dalam mewujudkan ketersediaan beras, maka diharapkan terwujud rasa kebersamaan, kegotong-royongan dan rasa keadilan, melalui:

a)            Mengedepankan keserasian, keselarasan, dan keharmonisan hidup bermasyarakat. Implementasinya antara lain dengan memberikan subsidi teknologi kepada petani secara adil dan menyesuaikan kearifan lokal, pemilihan tanaman padi varietas unggul, benih dan pupuk yang bermutu serta mekanisme pasca panen yang sesuai daerah setempat, serta pendampingan penyuluh kepada petani dan masyarakat yang bergiat pada aspek produksi pangan nasional, terutama beras.

b)            Mengutamakan kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Implementasi wawasan nusantara berkaitan dengan ketersediaan beras adalah dengan pengaturan manajemen air, antisipasi kekeringan, pengendalian hama, serta meminimalkan penyusutan pasca panen sehingga tidak terjadi konflik horizontal maupun vertikal.
c)             Kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, antara lain diwujudkan dengan kerelaan apabila lahan yang dimilikinya diperlukan untuk kepentingan distribusi bahan pangan, dalam bentuk pembukaan sarana transportasi, dengan tidak mensyaratkan ganti rugi yang berlebihan.

d)             Mengedepankan sikap berkeadilan sosial dalam hidup berbangsa dan bernegara serta menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan, persaudaraan, kebersamaan, dan keharmonisan dengan sesama. Implementasi wawasan nusantara adalah kolaburasi antara Pemerintah dan DPR untuk segera merevisi Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, agar sesuai dengan kebutuhan ketahanan pangan yang tidak hanya sampai aspek keluarga saja tetapi sampai kepada aspek individu.

2)    Peningkatan rasa cinta tanah air dan kerelaan berkorban. Dihadapkan pada aspek pemanasan global, saat ini para pemimpin dunia  menyadari adanya ancaman krisis pangan, air bersih serta keterbatasan dalam pemenuhan energi. Diperkirakan akan terjadi perseteruan antar negara, bukan hanya diakibatkan oleh perebutan minyak, tetapi juga berebut pangan dan air.  Krisis pangan bisa terjadi karena konsumsi beras sebagai komoditas strategis pangan yang masih tinggi. Untuk menggenjot produksi beras, diperlukan luasan tanah yang memadai. Ironisnya sekarang luas pertanian tidak lebar bahkan cenderung menyusut karena alih fungsi lahan, disisi lain kebutuhan beras terus melonjak. Keberadaan airpun berperan strategis dalam mendukung kemandirian pangan antara lain dengan pembangunan waduk-waduk. Implementasi wawasan nusantara dalam aspek kecintaan tanah air dan kerelaan berkorban terhadap ketersediaan pangan, antara lain:
a)            Pemerintah perlu mendorong perbaikan sarana irigasi. Sebagian besar areal irigasi berada pada kewenangan  Pemerintah Daerah, sementara alokasi APBD sangat terbatas sehingga perlu diterbitkan aturan yang lebih terperinci setingkat Keppres. Pedoman pengelolaan air ini, merupakan turunan dari pelaksanaan UU No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air.
b)            Masyarakat perlu diberikan penyuluhan, pendekatan apabila tanah maupun rumahnya diperlukan untuk dibangun waduk maupun sarana irigasi lainnya dengan ganti rugi yang tidak berlebih-lebihan. Perlu kepemimpinan, keteladanan serta kearifan pemimpin lokal dalam melakukan pendekatan.
c)             Perlu digalakkan kecintaan terhadap produksi dalam negeri, termasuk padi produksi lokal. Kebijakan impor beras hanya apabila sangat dibutuhkan serta dilaksanakan tidak pada saat petani sedang panen.
d)            Mengoptimalkan lahan tidur dan lahan yang tidak produktif dengan penerapan teknologi produktivitas, serta memanfaatkan lahan lebak dan pasang surut.
e)            Perlu sosialisasi untuk mengaktifkan kembali diversifikasi konsumsi pangan nasional dalam rangka menurunkan tingkat konsumsi beras, sesuai dengan kearifan lokal serta kondisi lahan pertanian setempat.  
3)            Pemahaman hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga negara. Warga Negara Indonesia berdaulat serta memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab terhadap pencapaian ketahanan pangan nasional. Pasal 33 Undang-Undang Dasar NRI 1945, menjelaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara. Negara harus mampu memberikan jaminan kebutuhan pangan kepada setiap warga negaranya tanpa terkecuali. Hal ini dilihat sebagai konsekwensi atas kewajiban memenuhi hak pangan kepada setiap warga negara. Usaha untuk membuat negara mampu memberikan jaminan ketersediaan beras, antara lain dengan:
a)          Memaksimalkan produksi beras dalam negeri, melakukan impor dari luar negeri, atau melakukan pengaturan distribusi pangan dan sebagainya.
b) Memberikan pelayanan kepada masyarakat berkaitan dengan peningkatan produktivitas semua bahan makanan pokok yang bisa dihasilkan oleh suatu daerah tanpa harus membeda-bedakan hasil pertanian itu.
c)    Memberikan pelayanan yang berkaitan dengan hal-hal yang dapat mendukung peningkatan produktivitas beras seperti ketersediaan pupuk, pestisida, benih, dan sebagainya.
d)    Keberadaan lahan-lahan pertanian negara harus fokus pada usaha untuk pemenuhan bahan-bahan pangan, bukan bahan-bahan non pangan.
e)     Kepala daerah di semua wilayah, berusaha untuk membuat daerahnya mampu memenuhi kebutuhan pangan terutama beras, setiap warganya dengan pengembangan lahan pertanian dan industri pertanian di semua lini.
f)  Persoalan pemenuhan kebutuhan pangan merupakan persoalan desentralisasi yang menjadi tanggung jawab pemimpin daerah di wilayah tertentu, bukan menjadi tanggung jawab langsung kepala negara. Pelanggaran-pelanggaran teknis dalam proses distribusi pangan terutama beras, perlu ditindak lanjuti secara serius, sehingga penegakan hukum menjadi sangat penting peranannya dalam pemenuhan kebutuhan pangan warga.
g)     Sebagai Warga Negara, kecuali mempunyai hak berkaitan dengan ketersediaan beras, masyarakat juga dituntut kewajiban dalam rangka terwujudnya ketahanan pangan nasional, antara lain melaporkan apabila ada penimbunan beras yang menyebabkan harga beras menjadi tinggi, adanya manipulasi harga dari pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan.

4)   Kehidupan Multikultural dan Plural.  Kehidupan bersama yang multikultural mengakui dan mengakomodasikan keberagaman etnis, ras, agama, suku, adat, bahasa. Kehidupan bersama yang plural menghargai kemajemukan dan menghormati pihak lain yang berbeda, masing-masing pihak membuka diri terhadap keaneka-ragaman keyakinan, rela berbagi, terbuka untuk saling belajar, dan terlibat dalam dialog untuk mencari persamaan dan menyelesaikan konflik.  Ketersediaan beras dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional, berkaitan erat dengan aspek kehidupan masyarakat yang sangat rentan terhadap krisis dan konflik. Untuk itu pemimpin negara maupun pemimpin daerah wajib mempertimbangkan aspek keberagaman dan kebhinekaan di wilayah NKRI, sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan berkaitan dengan ketersediaan beras  tidak menimbulkan konflik horizontal maupun vertikal.


3.         Penutup.

a.         Kesimpulan.

1)     Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

2)    Kebutuhan pangan nasional terutama beras, merupakan dasar utama manusia, sedangkan ketersediaan beras sebagai komoditas strategis pangan masih belum mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional, yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara supply and demand, luas lahan pertanian padi yang cenderung menyempit,  produktivitas tanaman padi masih rendah, menurunnya tingkat kesuburan lahan pertanian serta kebijakan ketersediaan beras yang masih sektoral.

3)            Implementasi Wawasan Nusantara dalam upaya peningkatan ketersediaan beras agar mampu meningkatkan ketahanan pangan dilakukan melalui sosialisasi, dengan wujud implikasinya di dalam kehidupan nasional antara lain dengan subsidi teknologi kepada petani, pemilihan tanaman padi varietas unggul, benih dan pupuk yang bermutu, pengaturan manajemen air dalam mengantisipasi kekeringan, pengendalian hama, gerakan cinta produksi dalam negeri, serta diversifikasi konsumsi pangan nasional dalam rangka menurunkan tingkat konsumsi beras.

4)              Dengan implementasi Wawasan Nusantara dalam upaya peningkatan ketersediaan beras, terbukti mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional.

b.         Saran.   

1)            Perlu peran lebih aktif dari Dewan Ketahanan Pangan di Pusat maupun daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui ketahanan pangan nasional, dalam rangka perwujudan dan pemberdayaan masyarakat madani.

2)            Perlu lebih dihidupkan pelajaran budi pekerti sebagai landasan jiwa bangsa Indonesia yang religius, toleransi dan bersifat gotong royong.

                        3)         Perlu segera penetap Rancangan Undang-Undang yang pro rakyat untuk 
                        pengganti Undang-Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan yang sudah 
                        tidak sesuai, sehingga diharapkan pemenuhan hasil produksi pangan dapat 
                        lebih meningkat, dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional.                       


[1] Tim Pokja B.S. Geopolitik dan Wasantara Ketahanan Nasional, Modul 2, Konsepsi Pemikiran Wawasan Nusantara , 2012, hal 12
[2] http://www.bps.go.id/ Rabu,2  Mei 2012, jam 10:40 wib.

[3] ibid
[4] Dr.Jaegopal Hutapea dan Ali Zum Mashar SP. “Ketahanan Pangan dan Teknologi Produktivitas Menuju Kemandirian Pertanian Indonesia“, PT Kodja, 2010, Hal 4

[5] http://www.theceli.com/dokumen/produk/1996/uu7-1996.htm, diakses Kamis, 10 Mei 2012, jam 14:02 wib.
[6]  Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, pasal 1, Hal 5
[7] http//fe.uin-malang.ac.id/produksi-beras-di-indonesia diakses Kamis, 3 Maret 2012, 10:12 wib.
[8] http://www.bps.go.id/  diakses Kamis 10  Mei 2012, jam 13:40 wib.

[9] Tim Pokja B.S. Geopolitik dan Wasantara Ketahanan Nasional, Modul 2, Konsepsi Pemikiran Wawasan Nusantara , 2012, hal 23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar